Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/27

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

memiliki anggota badan, seperti kaki dan tangan yang dalam perjalanan waktu dengan pelan-pelan ia gunakan untuk mulai berdiri dan berjalan, lalu berlari. Lebih dari itu, digerakkan oleh sesuatu yang ritmik, ia pun bisa melakukan gerakan tarian. Seiring dengan itu, ia pun mulai belajar mengucapkan kata-kata yang jelas maknanya sampai dengan meracau mengucapkan kata-kata yang mengandung misteri.

Menurut Valery, ini merupakan dua perumpamaan yang beriringan tentang bahasa biasa, seperti prosa, dengan bahasa puisi. Berjalan dan berlari adalah sama dengan kemampuan berbahasa dalam bentuknya yang umum, seperti bahasa verbal dalam komunikasi dan bahasa prosa. Sementara itu, menari sama dengan bahasa puisi. Keunikannya adalah keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu tulang, urat, dan daging yang sama, tetapi mengandung makna dan tujuan yang berbeda.

Berjalan dan berlari memiliki tujuan akhir yang sifatnya tertentu, yaitu mencapai suatu objek atau menimbulkan tindakan fisik lainnya. Bahasa dalam bentuknya yang umum, seperti bahasa lisan, memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai sesuatu, menghasilkan sebuah tindakan, dan tercapainya tujuan atau suatu akibat yang menggantikan makna kata-kata. Atau dalam analisis wacana, hal semacam itu dikenal dengan lokusi, ilokusi, dan perlokuși. Dengan demikian, kata-kata pun melenyap dan digantikan oleh tindakan praktis karena tercapainya tujuan.

Lain halnya dengan puisi yang diumpamakan dengan menari. Menari merupakan gerakan anggota tubuh yang berakhir pada gerakannya sendiri. Tidak ada hasil yang dicapai dalam tarian, kecuali sejenis kategori kesan dan makna yang terus direproduksi secara terus-menerus. Puisi pun demikian, puisi tidak berakhir seperti berakhirnya bahasa prosa atau tindak tutur untuk komunikasi. Bahasa puisi berujung pada dirinya sendiri, tetapi maknanya menyimpan semacam daya untuk diproduksi kembali oleh pembacanya, untuk kemudian Terus hidup. Dengan demikian, bahasa dalam puisi tidak melenyap dan digantikan oleh tindakan karena tercapainya suatu tujuan lahiriah. Padahal, baik prosa maupun pusi

15