djalan, maka dengan sendirinja revolusi, perputaran itu berarti pula
kekatjauan. Dalam prakteknja kekatjauan itu sering berudjud pembunuhan, penganiajaan, perkosaan dan perampokan terhadap orang-orang dan golongan-golongan jang nampaknja tidak berdosa. Hal ini boleh orang sajangkan, boleh orang tjela sekerasnja, tetapi tiap perobahan masjarakat jang besar rupa-rupanja ta' dapat dan belum pernah terdjadi dengan tidak disertai pertumpahan darah dan kekedjaman-kekedjaman jang lain.
Sering kita dengar dan mungkin sekali kita sendiri telah sering
mengutjapkan, bahwa revolusi kita ini adalah dan seharusnja merupakan
suatu revolusi nasional. Sebutan lawannja jang biasanja dipakai ialah,
bahwa buat revolusi sosial, sekarang ini belum waktunja . Revolusi
nasional dihadapkan kepada revolusi sosial, seolah-olah antara dua
sebutan itu ada pertentangan isi. Padahal kita sama maklum, bahwa
revolusi kita itu pertama kali bertudjuan menghapuskan systeem pendjadjahan dan kedua kalinja menjatukan seluruh bangsa Indonesia.
Kedua tudjuan itu, apabila tertjapai, berarti penglaksanaan suatu
perobahan besar dalam masjarakat Indonesia. Djadi revolusi kebangsaan
atau nasional dengan sendirinja mengandung pula arti revolusi sosial,
perobahan masjarakat jang radikal. Oleh karena itu, maka tidak tepat
kalau revolusi nasional itu dihadapkan kepada revolusi sosial."
Apa jang terdjadi di Sumatera Timur ?
Dalam hubungan ini Residen Sumatera Timur, Mr. Luat Siregar,
menjatakan : „Dari sedjak djaman Belanda Sumatera Timur terdiri dari
kesultanan dan Keradjaan jang ketjil-ketjil dan waktu pengumuman
kemerdekaan Indonesia keadaan ini diteruskan. Kesultanan dan keradjaan-keradjaan ini didjadikan menurut undang-undang dasar N.P
Daerah Istimewa dan disamping Sultan- Sultan dan Radja ada wakil
Pemerintah N.R.I. Tiap-tiap Sultan dan Radja mendjalankan pemerintahan seperti biasa (autocratisch) dan sebaliknja undang-undang dasar
kita meminta pemerintahan jang bersusunan demokratis.
K.N.I. Daerah Sumatera Timur mengadakan Rapat pada bulan
Djanuari 1946 dengan pt. Gubernur Sumatera, dengan para Sultan dan
Radja dan Residen Sumatera Timur, (pada waktu itu T. Hafas) dan
K.N.I. ini meminta kepada Gubernur, Residen dan para Sultan- Sultan
dan Radja-Radja, supaja dalam tempo jang sesingkat- singkatnja para
Sultan- Sultan dan Radja -Radja mengobah tjara pemerintahannja dari
systeem autocratie kedemokrasi.
Sultan- Sultan dan Radja-Radja mendjandjikan akan menukar tjara
pemerintahan mereka, tetapi sajang sekali mereka sangat lalai mendjalankan perobahan jang diminta oleh undang-undang dasar N.R.I.
Rakjat umumnja jang dipelopori oleh party-party politik semangkin tidak sabar lagi dengan keadaan serupa itu, apalagi ternjata dengan terang, bahwa para Sultan dan Radja hendak mempertahankan kedudukan mereka dan tjara pemerintahannja dengan mengumpulkan kekuatan disekitarnja dengan memakai sendjata jang lengkap. Beberapa perkumpulan didirikan atas andjuran mereka dan dipersendjatai lengkap,
76