Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/772

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Selain dari kekurangan tempat beladjar terasa pula kekurangan tenaga guru.

Lalu Kementerian P.P.K. mengadakan kursus pendidikan guru dengan tjara besar-besaran, jang dinamai Kursus Pengadjar Kursus pengantar kewadjiban beladjar (KPKPKB) . Dalam tiap-tiap Kabupaten dibuka dua buah kursus dengan murid 40 orang. Jang diterima ialah murid-murid tamatan Sekolah Rakjat.

Karena peraturan tersebut datangnja dengan tiba-tiba dari Kementerian, maka tak dapatlah kursus-kursus itu dibuka dengan serontak ditempat-tempat jang ditetapkan. Ada jang dibuka pada bulan Agustus 1950, ada jang 2-3 bulan kemudian. Kursus ini lamanja 4 tahun.

Berhubung dengan kebutuhan tenaga guru, maka setelah setahun beladjar, murid-murid jang dinaikkan ke kelas 2 terus dikirim ke kursuskursus pengantar, jaitu sekolah - sekolah rendah jang baru didirikan dikampung-kampung tempat menampung anak-anak jang tiada mendapat kesempatan masuk ke Sekolah Rakjat. Kursus-kursus pengantar itu banjaklah jang dibuka pada permulaan tahun kursus 1951/1952.


PENGADJARAN MENENGAH DAN PENGADJARAN TINGGI.


Kalau sebelum perang, sekolah-sekolah Mulo- gubernemen dan partikelir dapat dihitung dengan djari tangan, maka sesudah Indonesia Merdeka, jaitu sesudah terbentuknja Negara Kesatuan, terdapat dipropinsi Sumatera Utara 28 buah S.M.P. Negeri, diantaranja 13 buah di Tapanuli, 9 di Sumatera Timur dan 6 di Atjeh. Sedang S.M.P. partikelir tidak kurang dari 87 buah, diantaranja adalah kepunjaan perguruanperguruan nasional seperti Taman Siswa, Josua dan Kesatria jang sudah dikenal sedjak sebelum perang, dan ada pula kepunjaan organisasiorganisasi keagamaan seperti Muhammadijah, H.K.B.P., golongan agama Nasrani/Masehi.

Dari segi banjaknja memang sudah pada tempatnja pertumbuhan S.M.P. jang bak djamur dimusim hudjan sesudah Indonesia Merdeka itu menggembirakan hati kita. Tetapi disebalik itu perlu pula diperhatikan, bahwa kekurangan tenaga guru jang tiada teratasi dengan seketika itu adalah menimbulkan akibat jang mengurangi hasil dan mutu pengadjaran landjutan itu sendiri.

Kalau kita renungkan kembali, bagaimana kikirnja pemerintah kolonial Hindia-Belanda dahulu membuka lapangan pendidikan dan pengadjaran bagi bangsa kita, akan tetapi njata ketelitian penjaringan dan pengawasan jang berlebih-lebihan itulah pula jang mendjamın nilai pengadjaran jang diterimakan. Dalam hubungan ini ada baiknja hal demikian kita hadapkan kepada keadaan pendidikan dan pengadjaran kita sekarang ini sesudah Indonesia Merdeka.

Harus ada keseimbangan jang ditjapai, jaitu bukan palang pintu bagi murid-murid jang haus akan peladjaran, tetapi sebaliknja bukan pula kerojalan jang sekedar memuaskan kehausan beladjar itu sadja,

750