Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/771

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

tera pendudukan Belanda, banjak kelihatan tanda-tanda kerusakan achlak, maka untuk memperbaiki itu kembali dan untuk mentjegahnja djangan sampai terwarisi oleh generasi jang datang, dimasukkanlah pula pengadjaran achlak di-sekolah-sekolah.

Dan oleh karena achlak, budi-pekerti dan sopan-santun itu termasuk dalam kesusilaan jang bersumber pada agama, maka Pemerintah mengizinkan pula peladjaran agama diadjarkan disekolah-sekolah. Malah didaerah-daerah jang istimewa kejakinan pendudukannja beragama, peladjaran agama itu dibolehkan diadjarkan mulai dikelas 1.

Di N.S.T. sungguhpun sekolah-sekolah seperti tadi sudah dikatakan, diatur menurut dasar-dasar peraturan jang telah ditetapkan oleh Belanda, namun disamping itu tidaklah pula tertutup sama sekali kesempatan untuk memilih sekolah-sekolah jang memberikan peladjaranpeladjaran menurut batas pengadjaran jang sudah ditetapkan oleh N.R.I.

Sekolah-sekolah ini ialah sekolah-sekolah partikelir jang dibuka kembali oleh perguruan-perguruan Taman Siswa, Josua dan Kesatria, jang melandjutkan pula aktiviteitnja.

Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia diresmikan mendjelang ulang tahun kelima Proklamasi Kemerdekaan, maka dapatlah pula dimulai penjatuan seluruh rentjana pendidikan dan pengadjaran, chususnja dipropinsi Sumatera Utara.

Pengadjaran dibekas N.S.T., terutama dibagian landjutannja, seperti Mulo jang berbahasa Belanda, bahasa Belandanja dihapuskan dan selebihnja disamakan dengan S.M.P. seperti jang sudah diatur semasa N.R.I. Sedang V.H.O. sebagai landjutan Mulo dilebur mendjadi S.M.A. — djuga menurut rentjana peladjaran jang sudah diatur semasa N.R.I., jang padanja bahasa Belanda tidak diadakan lagi.

Perkembangan dilapangan pendidikan dan pengadjaran sesudah terbentuknja Negara Kesatuan, chususnja dipropinsi Sumatera Utara dimana tiada lagi pertentangan-pertentangan bersendjata, adalah terutama ditandai oleh hasrat beladjar jang semakin deras dan bergelora, mulai dari anak-anak sekolah rendah sampai pada pemuda-pemuda peladjar sekolah menengah.

Djika dibandingkan dengan masa sebelum Indonesia Merdeka, lebih dimasa mula-mula sekali sekolah dibuka, dimana anak-anak ada jang oleh orang tuanja dipaksa dengan rotan supaja bersekolah, maka keadaan sesudah Indonesia Merdeka sungguh berbeda djauh sekali. Sekarang murid-murid bukan dipaksa, malah minta sekolah !

Rumah-rumah sekolah kebandjiran murid. Tidak sedikit jang ditolak berhubung dengan kekurangan tempat, sekalipun sore-sore sekolah dibuka lagi.

Semasa pendjadjahan, djumlah murid sekolah rendah sebanjakbanjaknja 240 orang, terketjuali diantaranja ada jang meningkat djumlah sampai 300 orang. Akan tetapi sekarang djumlah itu berlipat-ganda sampai 700 orang diantaranja ada jang mentjapai 900 orang, sehingga sekolah-sekolah itu dipetjah mendjadi 3 buah.

749