Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/768

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Sebagai pusat suatu didaerah jang terbanjak didiami oleh bangsa Belanda di Sumatera Utara ini, maka H.B.S. itu diadakan di Medan bagi anak-anak tamatan E.L.S. (Eerste Lagere School, sekolah rendah untuk anak-anak Belanda) jang hendak melandjutkan peladjarannja kepengadjaran menengah.

Demikianlah keadaan pendidikan dan pengadjaran umum di Sumatera Utara selama pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Adapun pengadjaran vak (kedjuruan) bagi rakjat dizaman itu hanjalah terdapat pada sekolah-sekolah pertukangan rendah (Ambachtsscholen), bahagian kaju dan bahagian besi. Djumlah sekolah-sekolah inipun tidak banjak, malah terbatas sekali, djika dibandingkan dengan djumlah sekolah-sekolah rendah pengadjaran umum.


DIZAMAN DJEPANG.


Dalam bulan Maret 1942 dengan mendaratnja pasukan-pasukan Djepang ditanah-air kita, maka hapuslah kekuasaan gubernemen Hindia Belanda dalam segala-galanja, tidak terketjuali dilapangan pendidikan dan pengadjaran.

Dengan perintah Kepala Pemerintahan Balatentera Djepang semua sekolah-sekolah Belanda dan sekolah-sekolah jang memakai bahasa Belanda ditutup, sehingga sekolah-sekolah H.I.S., djuga kepunjaan partikelir turut kena palang pintu. Segera sadja terasa kedjamnja tindakan ini dari sudut kepentingan pendidikan dan pengadjaran, oleh sebab pengadjaran anak-anak kitapun lalu terhalanglah oleh ketiadaan tempat beladjar.

Lebih kurang 3-4 bulan lamanja murid- murid H.I.S. terpaksa tiada bersekolah.

Setelah didjelaskan, bahwa peladjaran bahasa Belanda dan bukubuku bahasa Belanda tiada akan diadjarkan dan tiada akan dipakai lagi, barulah sekolah-sekolah itu diizinkan kembali dibuka.

Berhubung dengan kata-kata bahasa Belanda tiada dibolehkan lagi dipakai, maka nama-nama perguruan jang bertentangan dengan ketentuan itupun harus diganti. Demikianlah Josua-Instituut mendjadi Perguruan Josua dan Ivoorno mendjadi Kesatria.

Buku-buku bahasa Belanda disuruh kumpulkan, diantaranja banjak jang disuruh bakar mendjadi umpan api dengan begitu sadja. Jang amat menjedihkan ialah buku -buku penuntun, kamus, peta dinding, atlas-atlas dan perpustakaan turut mendjadi korban.

Inilah suatu kerugian besar jang menimpa lapangan pendidikan dan pengadjaran.

Rumah-rumah sekolah jang ditempati tentera, habis rusak-rusak, medja, kursi dan bangkunja terkadang dengan semaunja sadja didjadikan kaju api. Dalam hal demikian mudjur benar sekolah-sekolah rendah jang berbahasa Indonesia, jaitu sekolah-sekolah desa dan sekolah-sekolah sambungan tiada diganggu, terhindar dari pengrusakan-pengrusakan. Sekolah-sekolah inipun dibuka terus dengan tiada mengalami kesulitan.

746