Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/766

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Sampai pada masanja pemerintah Hindia-Belanda membutuhkan tenaga-tenaga jang lebih tjerdas, jang dapat mendjalankan pekerȧjaanpekerdjaan jang memerlukan bahasa Belanda serta dapat pula menggantikan tenaga-tenaga bangsa Belanda seperti dalam djabatan klerk dan lain-lain, maka barulah dibuka sekolah jang mengadjarkan bahasa Belanda atau dengan sekaligus memakai bahasa Belanda itu sebagai bahasa pengantar. Sekolah ini pada mulanja diuntukkan chusus bagi anak-anak dari lingkungan jang terpandang sadja, terutama dari sudut kepegawaian Negeri atau orang-orang tuanja mampu benar.

Karena sjarat jang demikian itu, hanja sedikitlah anak-anak jang dapat turut pada sekolah-sekolah jang berbahasa Belanda itu.

Di Sumatera Timur sekolah-sekolah seperti itu dinamai pada mulanja menurut nama wilajah tempat sekolah itu, seperti „Delische School", „Asahansche School".

Kebanjakan jang beladjar di-sekolah-sekolah tersebut ialah anakanak bangsawan dan hartawan sadja.

Akan tetapi, seperti sudah dikatakna dimana rakjat sudah menginsafi apa arti dan faedah sekolah, maka disitu hasrat beladjar dan mempeladjarkan anak itu terdapat dengan tiada mengenal surut lagi, melainkan memerlukan saluran jang lebih sempurna.

Demikian pulalah halnja dengan sekolah-sekolah jang berbahasa Belanda, jang dimulai chusus untuk anak-anak orang jang terpandang itu, kesudahannja harus djuga membuka pintunja bagi anak-anak dari kalangan jang lebih luas.

Dari „Delische School" dan lain-lainnja itu didjadikanlah sekolahsekolah umum jang dinamai „Hollandsch-Inlandsche School" (H.I.S.). Sekolah-sekolah ini di Sumatera Timur didapati di Medan, Tandjungpura, Bindjai, Pematangsiantar, Tebingtinggi, Perbaungan dan Tandjungbalai. Di Atjeh ada 6 buah, jaitu di Kutaradja, Sigli, Lho'Seumawe, Langsa, Meulaboh dan Tapaktuan.

Di Tapanuli didapati di Sibolga, Balige, Padangsidempuan, Hutanopan dan Doloksanggul.

Namun sjarat-sjarat untuk diterima beladjar dan mengikuti peladjaran pada H.I.S.-H.I.S. itu tidaklah tjukup dilonggarkan. Padahal sekolah jang berbahasa Belanda inilah diwaktu itu jang mendjadi djendjang pertama dan terutama bagi anak-anak jang diharapkan dapat meneruskan peladjarannja kesekolah menengah dan selandjutnja kesekolah tinggi. Sjarat-sjarat jang diatur sengadjalah djua terasa membatasi djalan kemadjuan dan ketjerdasan bangsa kita.

Disinilah pula timbulnja suatu panggilan kesedaran kebangsaan jang dirasakan semakin deras dikalangan para pemimpin kita dilapangan pendidikan dan pengadjaran bagi rakjat.

Organisasi-organisasi rakjat lantas bergerak, berusaha memperluas pendidikan dan pengadjaran jang di-batas-batasi oleh pihak berkuasa

744