Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/765

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Pada tahun 1934 semua Sekolah Kelas II sudah terpetjah mendjadi Sekolah Desa dan Sekolah Sambungan.

Disamping Sekolah Desa jang biasa, banjak pula jang didirikan chusus untuk murid-murid anak gadis sadja, jaitu dinamai Meisjesvolksschool (Sekolah Desa untuk anak-anak gadis). Di-sekolah-sekolah ini diadjarkan djuga peladjaran pekerdjaan tangan djahit-mendjahit.

Untuk sambungannja didirikan pula Meisjesvervolgschool atau Kopschool (Sekolah sambungan untuk anak-anak gadis), jaitu hanja dikota-kota jang agak besar.

Tapanuli dan Atjeh masing-masing mempunjainja 7 buah, sedang Sumatera Timur 6 buah.

Didaerah-daerah dan tempat-tempat jang penduduknja bergiat dilapangan pertanian dan bertjotjoktanam, maka diantara Sekolah-sekolah Sambungan jang sudah ada itu, ada jang ditambahi sekelas lagi, jaitu kelas 6 atau kelas-pertanian (landbouwklas), jang mengadjarkan hal-hal bertjotjoktanam.

Sumatera Timur mempunjainja 5 buah, masing-masing di Pantjurbatu, Bindjai, Kabandjahe, Tiganderket dan Pematangsiantar.

Atjeh 2 buah di Blangdjruen dan Takengon.

Tapanuli 3 buah: di Padangsidempuan, Siborong-borong dan Sidikalang.

Demikianlah, kesedaran rakjat untuk mentjapai kemadjuan dengan beladjar dan menjekolahkan anaknja itu njata tjukup banjak, sebab di-mana-mana kesempatan untuk itu ada, maka segeralah pula dipergunakan.

Berikutnja bukan sadja lagi gubernemen Hindia-Belanda jang mengusahakan pendidikan dan pengadjaran bagi rakjat itu, akan tetapipun disamping itu tidak kurang pula terdapat usaha-usaha dari golongangolongan partikelir.

Di Tapanuli Utara giat pula kaum agama Nasrani mendirikan sekolah-sekolah, jang berdasarkan agama, jaitu dibawah pendjagaan, perlindungan dan pengawasan „Rijnsche Zending Genootschap".

Untuk guru-guru buat sekolah-sekolah itu didirikan pula sekolahsekolah guru di Sipoholon dan Narumonda.

Diperkebunan-perkebuna di Sumatera Timur, sekolah-sekolah desa didirikan oleh perkebunan-perkebunan itu sendiri untuk anak-anak buruhnja, jang dianggap sebagai suatu pertolongan sosial, sebab buruh jang beribu-ribu itu tinggalnja terasing dan djauh-djauh dari kota dan tempat-tempat jang mempunjai rumah sekolah gubernemen. Sebahagian besar pula dari sekolah - sekolah perkebunan itu mendapat bantuan subsidi dari gubernemen.

Karena buruh-buruh berasal dari Djawa, maka sebagai bahasa pengantar di-sekolah-sekolah perkebunan itu dipakai bahasa Djawa. Buku-buku peladjaranpun semuanja dalam bahasa Djawa. Hanja dibeberapa buah diantara sekolah-sekolah itu, jang ada kelas 4-nja, maka dikelas ini diadjarkan bahasa Indonesia.

Guru-gurunja semuanja didatangkan dari Djawa.

743