Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/764

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pentingannja, maka kepada murid-murid tiada dikenakan pemungutan uang sekolah. Buku-buku dan alat-alat peladjaran diberikan dengan tjuma-tjuma.

Baru setelah rakjat mengerti dan sedar akan paedah sekolah, uang sekolah dipungut, ketjuali dari murid-murid, jang orang tuanja tiada mampu atau masuk golongan orang miskin.

Selain dari Sekolah Kelas II, ada lagi jang dinamai „Sekolah Desa" (Volksschool) dengan sedjarah pertumbuhannja jang tersendiri pula Pada tahun 1909, oleh Uleebalang Meuraksa Teuku Teungoh, didirikan ditempat kediamannja di Uleelheue sebuah sekolah jang dimaksud pada mulanja untuk pertjobaan. Uleelheue waktu itu tiada mempunjai sekolah, sedang anak-anak jang hendak bersekolah harus pergi ke Kutaradja dengan kereta api atau berdjalan kaki 4 km djauhnja.

Adapun sekolah jang didirikannja itu, mulai dari medja dan bangku sampai gurunja dibiajai oleh Teuku Teungoh sendiri.

Sesudah pihak berkuasa melihat hasil pengadjaran sekolah tersebut, maka pada tahun 1910 Gubernur Sipil dan Militer Atjeh H.N.A. Swart memerintahkan mendirikan sekolah-sekolah desa di-tempat-tempat kedudukan ulecbalang-uleebalang atau zelfbestuurders di Atjeh.

Berhubung dengan daerah Atjeh belum aman dan sebentar-bentar rakjat mengadakan perlawanan-perlawanan jang hebat, maka mernurut hemat djenderal Belanda itu, perlu sekali adanja sekolah desa itu untuk menghilangkan kebodohan dan fanatisme pada agama.

Tiap-tiap kali ia mengadakan inspeksi, ia menerima uleebalanguleebalang di-rumah-rumah sekolah itu. Diperhatikannja kebersihan murid-murid, didengarkannja murid-murid membatja. Kadang-kadang ditjobanja kepandaian murid-murid berhitung.

Kepada uleebalang-uleebalang diperintahkannja, supaja sekolahsekolah itu dipelihara dan didjaga dengan se-baik-baiknja.

Lepas dari hubungan-hubungan lain, maka dengan tindakannja itu adalah djenderal Swart tersebut mendjadi „bapa" sekolah desa ditanah Atjeh.

Sementara itu didaerah Sumatera Timurpun digiatkan pula oleh pihak berkuasa pendirian sekolah-sekolah desa itu, jaitu berkelas 3 buah, jang disebut pula „Sekolah Landschap".

Murid-murid Sekolah Desa jang telah tamat peladjarannja dikelas 3 dapat diterima masuk dikelas 4 Sekolah Kelas II.

Berhubung dengan banjaknja Sekolah Desa dan djauh-djauh pula tempatnja, maka dalam lingkungan beberapa buah Sekolah Desa didirikanlah „Sekolah Sambungan" „Vervolgschool" dengan 2 buah kelas, setaraf dengan kelas 4 dan 5 pada Sekolah Kelas II.

Pada tahun 1926 oleh gubernemen Hindia Belanda dimulai pemisahan Sekolah Kelas II mendjadi dua buah sekolah. Dari kelas 1 sampai kelas 3 dinamai Sekolah Desa (Volksschool) dan kelas 4 dengan kelas 5 didjadikan Sekolah Sambungan (Vervolgschool).

742