Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/694

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

4. MEMPERTINGGI MUTU BURUH.

Sesudah analisa penindjauan perburuhan dengan persoalan-persoalannja dan bagaimana usaha-usaha penjelesaian pemogokan serta perkembangan organisasi-organisasi perburuhan sendiri, kita kemukakan pula soal-soal, dimana akan dapat diambil pokok-pokok pandangan kearah mempertinggi mutu buruh dengan gerakannja, chususnja di Sumatera Utara.

Sesuai dengan pengantar uraian pertumbuhan perburuhan ini semula, jaitu dimana dipropinsi Sumatera Utara banjak terdapat pertemuan modal asing dengan tenaga buruh bangsa kita jang melahirkan seribusatu persoalan-persoalan sesudah pemulihan kedaulatan, perlu kita mendapat pokok-pokok kesimpulan-kesimpulan, pertama-tama mengenai usaha-usaha penjelesaian perselisihan antara buruh dengan madjikan itu ditindjau dari sudut kepentingan nasional.

Dari sedjarah perkembangan perburuhan dinegeri-negeri lain kita telah mengetahui dari zaman kezaman, bahwa hakekat utama perdjuangan buruh adalah untuk mendapat pembajaran upah jang lajak dan tjukup untuk kehidupannja beserta anak dan isterinja, dan untuk mentjegah, untung jang berlipatganda buat kesenangan madjikan belaka. Sebaliknja adalah mendjadi idam-idaman madjikan pula dengan menggunakan sedikit tenaga — berarti sedikit upah — mendapat hasil jang sebanjakbanjaknja. Disinilah letaknja sebab-sebab, — djuga ditindjau dari pergolakan perburuhan ditanah-air kita, chususnja di Sumatera Utara sesudah pemulihan kedaulatan, bahwa baik diwaktu sesudah putus hubungan kerdja maupun pada masih ada hubungan kerdja, timbul perselisihan antara buruh dengan madjikan, walaupun kedua belah pihak dapat dianggap sudi mentaati undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan.

Perselisihan itu timbul, djika salah satu pihak merasa dirugikan oleh jang lain, karena tidak mengikuti perdjandjian kerdja jang telah diikat mereka atau tidak mentaati undang-undang atau peraturan-peraturan jang ada hubungannja dengan perdjandjian kerdja itu.

Dalam menjelesaikan soal-soal perselisihan itu harus dilaksanakan tugas jang sesuai dengan semangat Undang-undang Dasar Sementara kita tentang hal perburuhan dengan berpedoman kepada adat dan kebiasaan disesetempat, kepada undang-undang dalam Burgerlijk Wetboek dan lain-lain lagi peraturan Pemerintah. Dalam semua hal ini, kebidjaksanaan dalam menghadapi sesuatu soal merupakan faktor jang amat penting pula.

Walaupun menurut hukum, hal perselisihan antara buruh dengan madjikan itu adalah „civielrechtelijk”, perantaraan jang diberikan untuk penjelesaian tiap-tiap perselisihan, selain harus memuaskan, hendaklah pula membuktikan kepada masjarakat, bahwa undang-undang dapat didjalankan dengan menguntungkan masjarakat umumnja. Dajaupaja kedjurusan ini adakalanja melampaui djiwa peraturan-peraturan dan

672