Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/691

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Pengembalian hak-milik kaum modal asing ditanah-air kita ini tidak mesti berarti pengurangan tuntutan-tuntutan nasional kita dalam perdjuangan buruh.

Djalan sedjarah di Indonesia Merdeka sudah memperlihatkan, bahwa aspek-aspek politik dari suatu aliran ideologi mempengaruhi pertumbuhan organisasi-organisasi buruh di Sumatera Utara.

Dari pembentukan organisasi-organisasi selapangan kerdja sampai kepemusatannja dalam vaksentral-vaksentral, pengaruh politik sebagai latarbelakang itu tidak tinggal diam, hingga disamping S.O.B.S.I. perlu pula ada G.O.B.S.U., singkatan dari Gabungan Organisasi-organisasi Buruh se-Sumatera Utara.

Lebih tegas lagi dengan adanja S.B.I.I. jang tidak mempersoalkan lapangan perburuhan djenis apapun, asal buruh bersatu dan bergerak menurut ideologi Islam.

Akibat pengaruh pertjaturan politik itu djelas terlihat pada perkembangan dalam tahun 1952. Segera sesudah kongresnja jang kedua , Perbupri jang merupakan paduan dari serikat- serikat buruh H.V.A., Socfin, Deli Mij . dan P.B.P. ternjata tidak dapat lebih lama mempertahankan keutuhan persatuannja. Organisasi paduan ini petjah dengan menarik dirinja kembali serikat-serikat buruh Socfin dan H.V.A., jang kemudian membentuk paduan baru lagi dengan memakai tetap nama Perbupri. Perbupri paduan lama terus dipimpin oleh Mr. H. Silitonga, sedang paduan baru dipimpin oleh Dr. Maas.

Dalam pada itu Sarbupri-pun harus mengalami pertjahan pula dengan menarik dirinja Soufron cs. dengan S.B.P. lamanja. Achirnja pula S.B.P. ini berfusi dengan Perbupri-Dr. Maas.

Adalah sukar dimungkiri, bahwa effek-effek perpetjahan tenaga gerakan buruh itu nampak dalam kelemahan-kelemahan gerakan buruh itu sendiri dalam memperdjuangkan tuntutannja. Bukan lagi perkara mustahil, kalau persaingan timbul antara satu sama lain disatu djenis lapangan kerdja itu . Bahkan sampai pada soal pelantjaran pemogokan tidak dilupakan taktik tjari-pengaruh, berlomba banjak mentjari pengikut, jang sedianja harus digunakan untuk melemahkan madjikan sebagai lawan, tetapi selalu dipergunakan untuk menjaingi organisasi lainnja.

Dalam hubungan itu aktiviteitpun tidak djarang menjeleweng dari kepentingan mutlak buruh. Butahuruf jang masih meradjalela menghalangi massa buruh untuk dengan tegas dan sadar dapat mengudji pimpinan jang seharusnja diikut.

Sebenarnja pimpinan jang lebih banjak psychologis mengutamakan tuntutan-tuntutan jang „realistis" adalah lebih menarik bagi massa buruh jang kebanjakan masih butahuruf itu daripada pimpinan jang realisasi sepakterdjangnja memerlukan tindjauan jang lebih mendalam menurut saluran ideologi tertentu.

Djadi disatu pihak, butahuruf jang masih luas merupakan titik hambatan jang menjulitkan pada waktunja untuk memperdalam kesedaran massa buruh bagi penjusunan organisasi jang bermutu, sedang dipihak lainnja, karena adanja suasana pergeseran dan persaingan, maka pimpi-

669