Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/685

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Demikian pula di Pangkalanbrandan dan Langsa. Tambang minjak dikedua tempat itu belum tegas status atau kedudukan hukumnja, sehingga menimbulkan kesulitan-kesulitan dengan para buruhnja.

Faktor lain lagi jang menimbulkan kekeruhan-kekeruhan perburuhan didaerah ini ialah karena penutupan-penutupan perkebunan tembakau ataupun penjusutan (inkrimping ) buruh. Misalnja penutupan kebun-kebun Kwala Mentjirim, Tuntungan, Deli Tua, Gelugur, Bindjei dan Padang Tjermin. Sementara itu D.A.T. (Delispoor Avros Transportonderneming ) dilikwidir dengan melepaskan lebih kurang 220 orang buruh.

Penutupan keenam buah kebun diatas menimbulkan masaalah, bahwa beribu-ribu orang buruh jang kehilangan pentjaharian dikebunkebun jang ditutup itu, lebih suka tinggal terus dibekas-bekas kebun itu sebagai petani daripada dipindahkan sebagai buruh diperkebunan tanaman keras (overjarige cultures) ditempat-tempat lain, sekalipun di Sumatera Timur djuga.

Kesimpulan sebab-sebab pemogokan dan kekeruhan perburuhan di Sumatera Utara ialah soal-soal berikut : perbaikan upah dan tjatu, pembajaran gadji selama mogok, tjampurtangan dalam perusahaan, diantaranja mengenai penentuan pegawai, pemindahan kerdja, gratifikasi, perubahan tjara kerdja, perubahan premie, tjutji tahunan, wang lembur, tundjangan kemahalan dsb.

Kaum buruh merasa benar-benar sudah lampau masanja, bahwa mereka hanja mendjadi suatu bagian dari objek-objek bagi penghasilkan keuntungan belaka untuk memperkaja kaum madjikan semata-mata !

Memang kesanalah djuga arah perdjuangan jang akan ditempuh, dimana buruh sebagai unsur penting dari masjarakat nasional harus mentjapai kesempatan untuk mengetjap keadilan hidup , jang djustru diperdjuangkan bersamaan dengan perdjuangan kemerdekaan.

Akan tetapi sebaliknja bukan tidak mungkin, bahwa pemogokanpemogokan tidak pula setiap kali mentjapaikan hasil seperti jang dimaksud.

Sebagaimana buruh tidak lepas dari unsur-unsur lain dalam masjarakat nasional, maka sepak terdjang buruh sendiri perlu selalu diukur dari segi kepentingan jang lebih luas, jaitu adakah laba atau ruginja terhadap kepentingan-kepentingan diluar batas perburuhan sendiri, atau lebih tegas adakah mengenai kepentingan-kepentingan umum masjarakat dan Negara ! Ini ternjata dengan adanja gelombang-gelombang pemogokan selama tahun 1950 dan 1951 , bukan kedudukan dan kepentingan madjikan belaka jang terantjam, tetapi pasaran ekonomi dan kepentingan masjarakatpun mendjadi gontjang. Bahkan lebih penting dari itu ialah bahwa penghasilan Negara sendiri turut terpukul.

Dengan tidak memungkiri, bahwa aksi buruh dengan pemogokanpemogokan itu adalah mentjapai perbaikan nasib jang sudah sedjak lama di-tjita-tjitakan, dalam hubungan jang lebih luas haruslah pula dapat kita menginsjafi, bahwa soal jang dimulai batas-batas perburuhan itu

663