Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/580

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Bagaimanapun tidak senangnja para pengusaha-pengusaha perkebunan asing menghadapi rakjat jang haus tanah itu mereka tjukup mengerti bahwa kaum tani ini tidak sampai mempengaruhi djalannja produksi. Kegontjangan dikalangan pengusaha-pengusaha asing adalah terutama ditimbulkan oleh kaum buruhnja jang dalam mengusahakan tertjapainja suatu taraf kehidupan jang lumajan tidak segan-segan mempergunakan haknja untuk mogok.

Jang mengambil peranan penting dalam hal ini ialah: Sarbupri/Sobsi dan Perbupri/Gobsu (Gabungan Organisasi Buruh Sumatera Utara). Begitu hebat pukulan-pukulan itu adanja, sehingga pengusaha-pengusaha perkebunan Belanda pernah melahirkan rasa ketjewanja, serta mentjoba menakut-nakuti dengan mengatakan, djika pemogokan-pemogokan ini berdjalan terus produksi akan lumpuh sama sekali dan mereka akan memindahkan investasi modalnja dari Sumatera Timur ke Afrika, terutama untuk penanaman kelapa sawit.

Memang akibat pemogokan ini terasa benar pada perkebunan kelapa sawit. Produksi minjak sawit jang pada tahun 1950 dapat mentjapai 103.581 ton, pada tahun 1951 telah turun djadi 94.584 ton. Tetapi begitupun, pada umumnja produksi tidak terempas. Produksi karet onderneming di Sumatera Timur selama tahun 1951 berdjumlah 97.543 ton atau kurang lebih 29% lebih banjak dari produksi tahun 1950 jang djumlahnja ± 75.651 ton. (Pada tahun 1951 Sumatera Timur mengeluarkan = 45% dari hasil karet seluruh Indonesia jang berdjumlah 210.000 ton).

Bidji sawit turun dari 25.301 ton djadi 23.503 ton sedangkan serat (vezels) dari 4.541 ton naik djadi 8.154 ton. Pemakaian telah dalam negeri hanja 14%. Selebihnja (dibulatkan kembali 100 %) adalah sebagai berikut:

Negeri Belanda 65%
Inggeris 17%
Amerika 11%
Negara-negara lain 7%

Diambil angka-angka dalam tahun 1950 dan 1951, sengadja hendak menundjukkan produksi disaat gelombang-gelombang pemogokan sedang memukul sehebat-hebatnja. Perbaikan ini djuga diperoleh dengan diambilnja tindakan tegas oleh Kabinet Natsir dahulu sekitar pemogokan pada perusahaan-perusahaan jang dianggap vitaal.


558