Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/560

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 Tidak semua kebun-kebun jang dikembalikan, dikerdjakan sendiri oleh pemiliknja. Hal ini disebabkan beberapa kesulitan jang terdapat didalam organisasi beberapa pemilik sendiri. Kebun-kebun jang tidak dikerdjakan sendiri oleh pemiliknja ini, disewakan kepada penjewa-penjewa, orang-orang partikelir, jang dinamakan „pachter”. Ada 15 kebun di Atjeh jang disewakan demikian.

 Djalannja timbangterima berlangsung baik.

 Sementara itu pada awal 1952 masih terdapat kebun besar dan beberapa kebun ketjil di Atjeh (di Tapanuli : 2) jang belum dikembalikan kepada pemiliknja, berhubung dengan beberapa hal jang belum dapat diatasi oleh pihak sipemilik. Di̟ Atjeh misalnja ada 3 kebun (Bukit Pandjang, Pulau Tiga, Bandar Lampahan) jang sesudah diserahkan, sipemilik tidak dapat menjediakan uang untuk biaja penjelenggaraannja, maka haknja atas kebun tersebut ditanggalkan oleh sipemilik. Keputusan tentang penanggalan hak itu sedang dikerdjakan oleh Pemerintah Daerah. Untuk sementara penjelenggaraan kebun-kebun itu oleh Gubernur Sum. Utara diserahkan kepada pemerintah kabupaten, jang menjewakannja kepada seorang pachter di Takengon.

 Sementara itu dari pihak H.V.A. dinjatakan bahwa selama 3 tahun mereka belum akan kembali kepada 2 lagi kebunnja di Atjeh (Alur Djambu, Buluh Blang Ara). Maka Pemerintah mengichtiarkan penjelenggaraan kebun-kebun itu. Alur Djambu dipersewakan mulai Djuli 1952 dan penjelenggaraan kebun Buluh Blang Ara diurus oleh Pemerintah Kabupaten.

 Selain itu ada lagi 2 kebun jang mau ditanggalkan haknja oleh sipemiliknja, dan kebun kelapa sawit Pantai Kiara masih dimintakan tempo 3 tahun oleh wakil pemiliknja untuk menentukan sikapnja. Dimana permintaan waktu demikian tidak sampai menimbulkan gangguan (misalnja tidak ada buruh kebun itu lagi) maka hal itu dapat diluluskan.

 Pada bulan-bulan permulaan dari penjerahan kebun-kebun itu selalu terdjadi pertentangan antara buruh dengan pengusaha kebun, hal mana adalah lumrah dalam masa peralihan dimana masing-masing pihak harus menjelaraskan diri dengan kenjataan-kenjataan jang berubah. Tapi pertentangan-pertentangan itu achirnja semua dapat diselesaikan.

DI SUMATERA TIMUR.

 Pada awal tahun 1951 di Sumatera Timur masih terdapat beberapa kebun jang belum diusahakan kembali oleh pemiliknja, jaitu didaerah-daerah jang tadinja tidak sempat diduduki tentera Belanda. Pengembalian ini kemudian diusahakan sesudah pembentukan Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara, Berhubung dengan tidak bersedianja Sarbupri duduk dalam P4 M.A., maka dengan memperhatikan faktor-faktor jang memungkinkan memperlambat usaha pengembalian bilamana diadakan suatu Panitya, maka dengan mufakat pihak Gubernur, urusan

538