Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/558

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

PERKEBUNAN.

 Perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara, kebanjakan adalah milik asing, jang sedjak pendudukan Djepang ditinggalkan oleh pemiliknja, telah diexploitir oleh Djepang. Sedjak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia perkebunan-perkebunan itu diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Perkebunan Negara, kemudian ada jang diusahakan sendiri oleh badan-badan perdjuangan.


 Pengembalian kepada pemilik-pemiliknja semula barulah berlaku sedjak tahun 1947 didaerah-daerah jang diduduki tentera Belanda seperti Sumatera Timur. Walaupun pada triwulan terachir tahun 1946 disekitar kota Medan dimana tentera Belanda mendapat kedudukan berhubung dengan timbang terimanja dengan tentera Sekutu sebagai akibat perdjandjian Linggardjati, telah ada djuga dua perkebunan asing jang diambil over kembali oleh pemiliknja.


 Dalam tahun 1947 pengembalian meluas hingga daerah Simelungun, Langkat sampai Tandjungpura dan Asahan. Dalam tahun 1948 dan 1949 hal ini diteruskan didaerah Asahan dan Langkat.


 Maka ketika pengakuan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia ditahun 1949 tinggal kebun-kebun jang terletak didaerah kekuasaan Republik Indonesia, terutama di Atjeh, belum dikembalikan kepada pemiliknja. Beberapa kebun di Tapanuli jang pemiliknja belum bersedia menerimanja kembali, barulah pada tahun 1950 diterima kembali oleh pemiliknja.


 Dalam tahun 1947 oleh pihak Belanda jang berkuasa di Sumatera Timur, untuk kepentingan perkebunan-perkebunan besar, dibentuk suatu instansi jang dinamai,,Vertegenwoordiging E.Z.L.V. S.O.K.", jang tugasnja pertama-tama ditudjukan kepada perkembangan ekonomi setelah perang dunia ke 2 berachir. Ketika itu kebun-kebun besar jang terletak didaerah Atjeh Timur, Tengah dan Barat belum termasuk dalam lingkungannja.


 Setelah kedaulatan Indonesia diakui pada bulan Desember 1949 maka pemilik-pemilik asing dari kebun-kebun di Atjeh telah mengadjukan permintaan untuk mengexploiteer dan merehabiliteer kembali kebunkebun jang telah mereka tinggalkan sedjak pendudukan Djepang. Maka untuk melaksanakan keinginan-keinginan mereka ini diperlukan satu badan jang dapat melakukan dan mendjalankan procedure jang berhubungan dengan pengembalian milik-milik asing. Bahkan, bukan itu sadja, tetapi sangatlah penting pula artinja satu badan jang merupakan voelhoorn dari Djawatan Perkebunan di Djakarta, dan menjelesaikan masalah-masalah perkebunan dan menjaksikan perkembang-perkembangannja dari dekat. Maka pada tanggal 15 Pebruari 1951 dengan pengutusan sdr. R. Sutedjo dari Djakarta lahirlah Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara untuk mengambil persiapan-persiapan jang diperlukan kearah pelaksanaan maksud tersebut tadi.

536