Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/552

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

tera. Disini djuga perhatian Pemerintah terhadap kaum buruh tambang minjak besar sekali. Terutama makanan dan pakaian diusahakan dengan hasil pendjualan minjak itu.

 Semasa pemerintahan Belanda pertambangan minjak di Sumatera Utara dikuasai sepenuhnja oleh maskapai-maskapai asing seperti B.P.M., Stanvac, NIAM, Pusat administrasi jang mengurus produksi penjimpanan, pendjualannja dll. berkedudukan di Medan, sedangkan konsesi-konsesi terdapat di Atjeh jaitu Djulu Rajeu, Pasch, Perlak, Kualasimpang dll . dan di Langkat seperti Pulau Tabuan, Pulau Pandjang, Serangdjaja,. Wampu dll. Sumber-sumber minjak terbesar ada didaerah tersebut diatas , sedangkan pabriknja (raffinaderijen) adalah di Pangkalan Berandan. Tempat penjimpanan minjak ada di Medan, Pangkalansusu, Belawan dll. Djumlah kaum buruh jang langsung ada hubungannja dengan pertambangan minjak ini ± 10.000 orang, jang bekerdja dalam satu perusahaan jang organisasinja teratur baik.

 Selama pemerintahan Djepang kegiatan usaha berdjalan terus , hanja pimpinan dan tjara bekerdja berlainan. Disana-sini diadakan perobahan-perobahan dalam pimpinan, organisasi dll. Raffinaderij dan penjimpanan minjak dibangunkan di Batu Tengkul (diluar konsesi semula) untuk keperluan strategi Djepang.

 Selama revolusi berlakulah pembumi hangusan dan perbuatanperbuatan jang tidak dapat dipertanggung djawabkan. Alat-alat, bangunan-bangunan, bahan-bahan minjak dll. musnah dan banjak barang-barang penting hilang tidak keruan.

 Pada agressi Belanda pertama pada tanggal 13 Agustus 1947 djam 4 pagi, diwaktu tentera Belanda melakukan desakan terus-menerus, Kota Pangkalan Berandan beserta minjaknja dibumi hanguskan. Sementara itu di Atjeh diteruskan usaha -usaha dalam lapangan pertambangan minjak ini setjara darurat, dalam bentuk organisasi usaha jang tidak tentu kedudukan hukumnja.

 Konsesi-konsesi tambang minjak, pabrik-pabrik dan tempat penjimpanan minjak dikuasai oleh bangsa Indonesia, dengan pusatnja Langsa buat Atjeh dan Pangkalan Berandan buat Sumatera Timur.

 Kekuasaan mendjalankan perusahaan minjak di Atjeh dan Langkat ini dalam praktek diperoleh sebagai akibat revolusi dan ,,manoever" pemerintah daerah untuk sekedar mengatasi kekeruhan-kekeruhan dan kesulitan-kesulitan jang kian mendalam dengan djalan melegalisasi pimpinan darurat tersebut dengan mengeluarkan surat-surat ketetapan jang sebenarnja tidak mempunjai dasar hukum jang kuat.

 Dalam keadaan seperti ini, dimana tjara meletakkan pertanggungan djawab tidak diatur dengan tegas, tentu pimpinan tidak dapat bertindak tegas dan bebas. Disamping itu pimpinan kekurangan modal untuk melantjarkan usahanja, kekurangan bahan dan kekurangan tenaga pimpinan technis-organisatoris, sehingga mengakibatkan timbulnja rupa-rupa exces.

530