Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/538

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
TANGKAS.

Sedjak 2 Pebruari 1953 bertambah lagi satu harian di Medan, „Tangkas”, sebagai harian nasional tidak berpartai.

Harus ditjatatkan disini sebagai tambahan bahwa apa-apa jang disebut alam ichtisar diatas, belum lagi semua. Bukan sedikit pula madjallah-madjallah umum atau berkala-kala kepartaian atau kelasjkaran jang sedikit banjak telah menjumbangkan peranan dalam memperkobar semangat perdjuangan, tapi jang karena kesulitan-kesulitan teknis atau keuangan atau lain-lain hal terpaksa berusia sebentar sadja. Untuk menjebut beberapa buah: mingguan „Pelopor” (Annast) di Medan jang terbit sedjak Oktober 1945 sampai Pebruari 1946, mingguan „Indonesia Merdeka” di Siantar dari Djabatan Penerangan Sumatera. mingguan „Siap Sedia” di Siantar sebelum agressi kedua, berkala „Tentera” jang diterbitkan oleh Djabatan Penerangan Tentera Dipisi Gadjah II, „Bambu Runtjing” dari Kementerian Pertahanan Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur, „Lasjkar” dikeluarkan oleh Dewan Pembelaan P.D. Pesindo di Lubuk Pakam, „Penerangan” oleh Djabatan Penerangan Sumatera Timur di Pematang Siantar, „Kebangunan” di Kabandjahe, dan beberapa madjallah di Kutaradja dan Langsa.

SUARA PENERANGAN.

Madjallah berkala „Suara Penerangan” jang dikeluarkan oleh Djawatan Penerangan Propinsi Sumatera Utara terbit mulai 19 Desember 1950.

RADIO REPUBLIK INDONESIA.

Pada waktu agressi militer Belanda jang pertama, 21 Djuli 1947, sebahagian besar dari pegawai R.R.I. di Pematang Siantar mengungsi dan pindah mendjalankan tugasnja pada Radio Republik Indonesia di Bukit Tinggi.

Pada agressi militer Belanda jang kedua, 18 Desember 1948, sebahagian besar dari pegawai-pegawai R.R.I. Studio Bukit Tinggi menggabungkan diri dengan kesatuan Pemantjar Gerilja jang dipimpin oleh Ardiwinata.

Jang sebahagian lagi menggabungkan diri pada Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Suliki.

Setahun lamanja perdjuangan radio digerakkan dari hutan belantara Sumatera jang merupakan alat bagi perdjuangan gerilja, dan alat perhubungan jang tidak ketjil artinja bagi Pemerintah Darurat Republik Indonesia jang bermarkas dikampung-kampung.

Sesudah kedaulatan, maka Studio-studio jang sebelum agressi kedua mendjadi miliknja Republik Indonesia djuga diserahkan kembali. Selama

516