Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/426

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Atas kekuasaan-kekuasaan jang diberikan oleh Belanda kepada zelfbestuurderslandschappen, ada diantaranja jang mempergunakan kekuasaan sewenang-wenang atas rakjat dan merampas harta-harta rakjat. Dengan ini maka timbullah kebentjian rakjat terhadap zelfbestuurders tadi.
Karena kedjadian-kedjadian ini, maka barulah hak-hak zelfbestuurder dikurangkan, jang achirnja nama zelfbestuurder itu dipandang boneka Belanda oleh rakjat.
Karena pergolakan ini timbullah pemberontakan T. R. Tampok, pemberontakan Lhong, pemberontakan T. R. Angkasah dan T. Tjut Ali di Bakongan.
Achirnja pemberontakan itu sampai tahun 1927 belum dapat diatasi oleh tentera Belanda.
Paling achir sedjarah pemberontakan ini ialah tahun 1942, waktu Djepang mendarat di Atjeh.
Pada masa Djepang, semua rakjat hilang dari pengaruh zelfbestuurder dan rakjat bersembojan membantu Djepang asal lepas dari pendjadjahan Belanda dan kekedjaman zelfbestuur. 25 Hari waktu Djepang masuk, seluruh kekuasaan zelfbestuur diseluruh Atjeh djatuh, dan segala negeri tinggal dalam kekuasaan rakjat jang diurus oleh badan jang didirikan oleh rakjat sendiri.
Waktu itu timbullah pertentangan jang sangat hebat antara rakjat dengan zelfbestuurders. Achir-achirnja bekas-bekas zelfbestuurders tadi diangkat kembali mendjadi sontyo didaerahnja dahulu oleh Djepang, tetapi hak sewenang-wenang sudah ditjabut jaitu : kehakiman, kedjaksaan, kepolisian serta mengadakan aturan adat sendiri.
Pertentangan jang terdjadi masa itu amat hebat hingga banjak rakjat jang mendjadi korban fitnah dan hasutan, begitupun korban kaum bangsawan itu sendiri.
Tentera Djepang tak sanggup mengatasi segala kedjadian itu. Atas nama Atjeh, sebagian besar rakjat telah bersatu kembali dibawah pimpinan kaum ulama untuk menegakkan kemerdekaan.
Andai kata Atjeh satu rumah tangga dipetjah-petjah mendjadi beberapa bagian, maka pasti sari persatuan tidak terdapat lagi dan kekuatan hilang sama sekali. Djadi ditindjau dari sudut persatuan, bagi siapa sadja jang ingin kekuatan nasional, perlu persatuan dalam satu rumah tangga jang telah berabad-abad sebagai satu keluarga jang tidak dipetjah-belah sebagai politik kolonial.
Sebaliknja bagi mereka jang ingin persatuan nasional, djangan mendapat kekuatan, maka perlu diusahakan supaja Atjeh petjah belah dan hilang sedjarahnja dalam kepulauan Indonesia.
Kalau Atjeh dipetjah-petjahkan atas 7 atau 5 bagian jang masing-masing berhubungan langsung atau tidak, maka Atjeh bersama rakjatnja sudah pasti persatuannja tiada terdapat lagi.
Lama-kelamaan antara satu Kabupaten dengan lainnja sama bandingannja seperti terbatasnja daerah Atjeh dengan Sumatera Timur dan Tapanuli dan lain-lain daerah di Sumatera.


404