Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/425

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

darat (tahun 1873). Sultan Atjeh tiada berdaja lagi karena penjerangan Belanda dan perlawanan-perlawanan dari sebagian Uleebalang-Uleebalang Atjeh. Dari itu maka Sultan menjerahkan pimpinan Atjeh pada para Ulama-ulama diantaranja Tengku Tjhi' Di Tiro, Tengku Tjhi' Pante Kulu, dan lain-lain dan diantaranja seorang ulama perempuan Tengku Paki Lamkrak.
Atas pimpinan jang kuat dan bulat inilah Atjeh dapat dipertahankan sampai 45 tahun dan Sultan sendiri dapat diselamatkan dibawah lindungan ulama-ulama tersebut.
Kemudian atas tipu muslihat dari uleebalang-uleebalang Atjeh dengan bertempat di Keumala, terhadap ulama-ulama, maka Tgk. Tjhi' Di Tiro sjahid karena diratjun. Maka pertahananpun mulai lemah dan kekuasaan zelfbestuurderpun terus berkembang untuk membantu pendjadjahan Belanda. Dan Sultanpun tidak tentu lagi hingga terpaksa menghindarkan diri kegunung-gunung, dan achirnja dapat ditangkap dihutan meuraxa di Ie Leubeue, dengan dipelopori oleh uleebalang Ie Leubeue dan lain-lainnja.
Dengan kekuatan di Atjeh (Atjeh Besar) dapatlah bertahan sampai bertahun-tahun lamanja, tetapi karena perpetjahan tadi, maka diantara uleebalang-uleebalang sudah ada jang menekan perdjandjian dengan Belanda, dan diantaranja terus membantu Belanda menjerang rakjat Atjeh.
Belandapun terus memakai politik petjah belah. Masing-masing uleebalang jang menjebelah padanja terus diakui sebagai seorang radja ditempat itu, biar daerahnja ketjil dan diberi gelar matjam-matjam dan diberi daerah zelfbestuurder. Atjeh Besar jang tadinja didapat Belanda dengan perlawanan didjadikan daerah pemerintahan langsung (Gouvernementsgebied) dan sedikit lagi daerah Singkel.
Lain dari itu dipetjahkan mendjadi 117 daerah zelfbestuurder, jang diperintah turun temurun sebagai hasil usaha mereka jang berchianat pada bangsa dan tanah air dengan berbagai tjara. Ada satu dua diantaranja jang dapat diketjualikan, tetapi kemudian kesatuan, kekuatan dan kesatriaan Atjeh tetap dapat dihantjurkan.
Sungguhpun begitu politik pemerintah Belanda diikuti menurut sedjarah kekuasaan Sultan, jaitu seluruhnja dipusatkan ke Kutaradja.
Tenaga-tenaga ahli pendjadjahan di Kutaradja dibawah pimpinan seorang Gubernur jang memegang kekuasaan dua matjam, jaitu daerah Gubernemen dan daerah zelfbestuur.
Selainnja diikuti pembagian suku-suku ketjil jang selaras menurut sedjarah pemerintahan Sultan. Dalam masa 25 tahun dikuasai dengan politik petjah belah itu, maka hantjurlah Atjeh sebagai satu rumah tangga.
Masa ini Atjeh tidak lagi diperintahi oleh seorang Gubernur, tetapi oleh seorang Resident, jang djuga mempunjai kekuasaan hampir serupa dengan Gubernur di Sumatera Timur.



403