Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/396

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

se-Sumatera Timur pada malam Selasa tanggal 3 djalan 4 Djuli 1950 dengan tuan-tuan Mr. Makmun Sumadipradja dan Sumitro Kolopaking di Medan, maka bersama ini kami djelaskan sebagai dibawah ini:

HAK OTONOMI DALAM NEGARA FEDERASI.
  1. Permusjawaratan Rakjat se-Sumatera Timur tetap mempertahankan pendiriannja bahwa hak-hak otonomi dan demokrasi itu pada masa ini hanja dapat terdjamin dengan sebaik-baiknja dalam bentuk negara federasi untuk seluruh Indonesia, karena dengan djalan demikianlah penduduk sesuatu daerah itu dapat dididik, supaja mempunjai perasaan tanggung-djawab jang penuh terhadap kepentingan daerahnja dan mempertahankannja, sehingga mereka itu beroleh kesempatan jang lapang buat memperkembang ketjerdasan, ekonomi dan kebudajaan dalam daerahnja masing-masing dan dengan demikian terdjagalah dengan seksama kepentingan-kepentingan jang istimewa dalam tiap-tiap daerah.
    Pendirian ini diambil dengan tidak melupakan keadaan-keadaan bahwa bahagian-bahagian alam di Indonesia berbeda benar satu dengan lain (perbedaan geografis), satu puak mempunjai perbedaan dengan puak jang lain dalam masjarakat, sedang golongan jang satu mempunjai kebatinan dan iman (kepertjajaan) jang berbeda-beda pula dengan golongan jang lain.
    Djadi dengan demikian dapatlah tiap-tiap daerah itu mengurus kepentingannja sendiri-sendiri dengan sebaik-baiknja dan hal ini bukanlah hanja menguntungkan daerah itu sadja, tetapi djuga tentulah menguntungkan Indonesia seluruhnja.
    Jang demikian ini adalah mendjadi suatu tjemeti dan pendorong bagi tiap-tiap daerah itu untuk menanamkan bibit perasaan tanggungd-jawab dan perasaan mempunjai kepentingan bersama jang luhur. Dorongan jang demikian dan didikan jang langsung kepada penduduk hanja dengan djalan federasi dapat dilaksanakan.
    Djika perasaan ini telah meresap dalam darah daging penduduk daerah sekalian, maka tertjiptalah suatu persatuan jang kokoh sekali.
    Apabila diperhatikan sjarat-sjarat jang diuraikan diatas itu, maka dengan sendirinja terdjaminlah hak demokrasi dan baharulah berharga dan mempunjai isi pepatah ,,Vox Populi, Vox Dei" (Suara Rakjat, ialah suara Tuhan).
    Suara rakjat jang demikian itu mestilah berdjalan menurut hukum, jaitu suara jang terikat kepada undang-undang dan dasar jang ditetapkan terlebih dahulu oleh wakil-wakil jang dipilih oleh penduduk itu sendiri. Djika hak demokrasi (suara rakjat) itu tidak disalurkan dengan tjara demikian, maka bukanlah ia demokrasi lagi, melainkan berobahlah tjoraknja mendjadi ,,anarchie", jaitu negara jang tidak mempunjai kekuasaan dan pemerintahan menurut hukum

374