Hanjalah kebenaran pula jang dapat membawa kita keluar impasse, jaitu satu impasse jang ada di Sumatera ini chususnja, di Indonesia ini umumnja.
Initiatiefnemer mengundang kita supaja bertemu disini, agar dapat
dihilangkan satu geestelijke obsessie jang ada dikalangan ,,Republikeinen"dan ,,Federalisten", dan satu geest jang penting bagi Muktamar Sumatera ini dari sudut psychologie, ialah jang Wali Negara Sumatera Timur sambil berichtiar menembus impasse tadi, memenuhi sociologische wet
serta keinginan tadi sehingga mendjadi realiteit.
Dari segi psychologie dapat dinjatakan bahwa initiatief ini berichtiar menembus dead-lock kebathinan dengan djalan mengundang
Atjeh dan sebagainja untuk menghadiri Muktamar Sumatera ini, dengan
tidak membeda-bedakan daerah-daerah Republik dan daerah Federaal.
Kedatangan utusan dari Tapanuli Selatan dapat ditafsirkan sebagai
berikut:
Kami bukan wakil rakjat dari sana dalam staatsrechtelijke zin,
oleh karena kami bukan jang dipilih atau diundjuk oleh rakjat berdasarkan satu kiesverordening.
Kami bukan anggota Dewan Perwakilan, sebab Tapanuli Selatan
belum mempunjai Dewan Perwakilan, tetapi biarpun demikian kami
memberanikan diri buat memadjukan pendapat kami sendiri. Mungkin
tidak sesuai dengan pendapat rakjat di Tapanuli Selatan, tapi kami
sebagai manusia dan sebagai anggota masjarakat berhak djuga bersuara
Kami berhak menjatakan pendapat kami, oleh karena manusia itu bukan
atoom jang lepas, atau pasir jang tersebar, tetapi terikat dalam masjarakat. Malahan manusia hanja ada artinja didalam ikatan masjarakatnja seperti djuga masjarakat hanja berharga dalam hubungannja
dengan manusia sebagai anggotanja. Oleh karena itu sebagai manusia
dan sebagai anggota masjarakat itu kami berhak memikirkan diri dan
masjarakat kami serta memadjukan ideën jang hidup dalam masjarakat.
Bukankah manusia itu djuga mempunjai ,,autonomie", artinja oleh
karena manusia ia sebagai manusia berhak untuk hidup dan berhak
untuk mempertahankan hak hidup itu, walaupun hanja dalam hubungan
dan ikatannja dengan masjarakat.
Kami sebagai anggota masjarakat membawa suara masjarakat
bukan suara rakjat, sebab perkataan rakjat inilah menjebabkan kekeliruan dalam masa 3 tahun ini.
Ada jang menjebutkan dirinja rakjat djembel, ada jang menamakan
ia rakjat murba, jang lain mengatakan ia rakjat djelata, sebagian orang
berpendapat pula bahwa ia rakjat marhaen dan ada achirnja jang
jakin bahwa selain dari itu bukanlah rakjat tetapi rajap. Ingatlah
revolusi sosial! Perkataan rakjat jang seharusnja membajangkan persatuan mendjadi benih perpetjahan, mengakibatkan ,,Persatean". Oleh sebab itu saja tidak membawa suara rakjat tetapi suara masjarakat. Manusia dan masjarakat tidak dapat dipisah oleh karena jang satu bertaut kepada jang lain.
302