Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/285

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pat didjamin bahwa dalam tempo jang singkat pemerintahan sipil diseluruh Tapanuli dapat lagi kembali didjalankan seperti sebelum tanggal 22 Desember 1948.

Sesudah perintah hentikan tembak menembak, suasana di Tapanuli, didaerah-daerah jang tidak diduduki tentera Belanda berobah mendjadi aman. Seluruh kesatuan-kesatuan mematuhi perintah itu dan didaerahdaerah pendudukan, sikap Pemerintah Belanda serta kaki-tangan mereka mendjadi kurang tegang. Dugaan fihak Belanda bahwa kesatuankesatuan T.N.I. tidak akan mematuhi perintah itu, tidak dibenarkan kedjadian-kedjadian.

Seluruh rakjat mengikuti perundingan-perundingan antara R.I. dengan Belanda dengan penuh pengharapan akan penjelesaian jang membawa damai dan pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia”.

Demikian antara lain tulisan oleh Residen Binanga Siregar.

Oleh pemimpin-pemimpin Indonesia jang tinggal ditempat-tempat jang diduduki Belanda didirikan organisasi-organisasi jang menegakkan tjita-tjita Republik.

Di Padang Sidempuan berdiri front Nasional, dan di Sibolga dibangunkan F.K.R.I. , jaitu Front Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 22 Desember 1948, P.B.B. mengadakan persidangannja berkenaan dengan persoalan Indonesia. Dalam persidangan itu, Dr. van Royen menjatakan : Tiada sesuatu jang bisa membelokkan Nederland dari tudjuannja.

Amerika Serikat memadjukan resolusi (bersama Columbia dan Syria ) dengan usul supaja Dewan Keamanan memerintahkan penghentian tembak-menembak dan menarik tentera kedua belah kembali ketempat semula.

Tanggal 24 Desember 1948 , resolusi ini diterima dengan beberapa perobahan, jaitu 7 pro dan 4 blangko. Dengan ini diterima oleh Dewan Keamanan perintah penghentian tembak menembak dan pembebasan tawanan. Bagian penarikan kembali tentera ditolak dengan suara 5 anti dan 6 blangko.

Komisi Tiga Negara mengirim kawat berisi pernjataan bahwa Belanda adalah pelanggar perdjandjian.

Pada tanggal 23 Desember 1948, Rusia memadjukan resolusi dimana Belanda ditjap sebagai penjerang. Resolusi ini ditolak pada tanggal 24 Desember 1948.

India dan Pakistan melarang pesawat-pesawat K.L.M. untuk terbang diatas daerahnja dan mendarat dilapangan terbang disana.

Pada tanggal 31 Desember 1948 , Presiden Sukarno, H. Agus Salim dan St. Sjahrir ditangkap dan dipindahkan ke Prapat oleh Belanda.

Djenderal Spoor memberikan perintah aksi militer dan permusuhan di Djawa dihentikan. Kewadjiban tentera sesudah tanggal 31 ini hanja terbatas pada „pembersihan-pembersihan”.

Pada tanggal 1 Djanuari 1949, dalam pidato radionja , Dr. Sudarsono, Wk. Republik Indonesia di India, menjatakan terima kasihnja atas

263