Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/281

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

mentjoba menarik perhatian dan memikat hati rakjat untuk mendaftarkan nama mendjadi penduduk T.B.A. Dengan memegang kartu jang dikeluarkan oleh pemerintahan T.B.A. itu maka sipemegang dapat membeli barang-barang tjatut jang diedarkan oleh Belanda.


SEPARATISME.

 Dalam pada itu, pemerintahan T.B.A. Belanda mengadjak beberapa orang diantara segolongan Indonesia untuk menentang Republik dengan politik separatisme.

 Di Padang Sidempuan, Sibolga dan Tarutung dibentuk panitia-panitia, jang dikatakan sebagai persiapan untuk menjusun perwakilan rakjat jang merupakan saluran daripada kehendak rakjat tentang status Tapanuli.

 Panitia ini disebut Panitya Status Tapanuli.

 Panitya Status Tapanuli di Padang Sidempuan dipimpin oleh Mr. Sjukur Soripada, Mr, A. Abas, Bachtiar Ananda dan Pangeran Nasution; di Sibolga dipimpin oleh Edward Nasution, Zainal Basri L Tampubolon dan Dr. A. Pohan; di Tarutung dipimpin oleh R. B. Sinambela, Romulus Lambantobing, Eliab Siagian, R. Oloan Hutagalung. R. Phili Pasaribu, R. Elias Udjung, J.L. Nababan, Sutan Soadoan, Z. M. Sitanggang, R. Waldemar Bako, dan M. Panusur Lumbantobing.

 Nama-nama itulah jang mewakili Panitia Status Tapanuli pada Muktamar Sumatera jang berlangsung di Medan pada tanggal 29 Maret 1949 sampai 2 April 1949.

 Berkenaan dengan gerak-gerik Panitia Status Tapanuli ini, Binanga Siregar, Residen pada kantor Gubernur Propinsi Sumatera Utara menjatakan dalam tulisannja 1) :

 "Kedjadian-kedjadian di Tapanuli sedjak 22 Desember 1948 membuktikan bahwa rakjat Tapanuli tetap setia kepada Republik dan kepada Pemimpin-pemimpinnja. Rakjat Tapanuli tidak ternoda sebagai rakjat jang tidak setia kepada djandji dan sumpahnja. Sumpah setia kepada Negara dan Presiden serta Wakil Presiden jang diikrarkannja sedjak permakluman kemerdekaan, dipegangnja teguh. Tidak sia-sla air mata orang-orang tua jang tertjurah diwaktu kundjungan Jang Mulia Presiden ke Tapanuli pada bulan Djuni 1948 sebagai suatu tanda gembira dan berterima kasih.

 Bagi orang-orang jang telah lama meninggalkan Tapanuli, walaupun anak asli dari daerah itu, tidak dapat lagi merasa atau mengalami apa jang tumbuh dan hidup dalam djiwa penduduk Tapanuli sedjak ditinggalkan oleh Pemerintahan Belanda ditahun 1942, terlebih-lebih sesudah 17 Agustus 1945.

 Dari tindakan-tindakan dan tingkah laku dari pegawal-pegawai



1) Dalam "Perdjuangan Rakjat”.

250