Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/40

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

KETJORAKRAGAMAN BENTUK² KEBUDAJAAN

41

tertjipta suatu istilah jang lain matjamnja dari jang dikenal dikalangan kita. Beberapa suku di Australia Timur menggunakan bentuk jang keterlaluan dari apa jang dinamakan sistim kerabat jang terklasifikasi. Meréka menamakan semua orang jang segenerasi dengan dirinja, asal ada sedikit sadja hubungan-kerabat, kakak dan adik. oléh karena itu, meréka tak mengenal katagori kemenakan, dsbnja; semua hubungan terabat jang segenerasi dengan dirinja adalah hubungan kakak-adik.

 Tjara menindjau hubungan-kerabat sematjam itu didunia ini bukannja merupakan sesuatu hal jang luarbiasa, hanja sadja Australia disamping itu memiliki perasaan bentji jang agak istiméwa terhadap ,,perkawinan dengan,saudara perempuan", dan mempunjai pula sifat² keterlaluan dalam membatasi éxogami. Misalnja orang² Kurnai dengan kerabat terklasifikasi jang melampaui batas sangat membentji - sesuai dengan keaustraliannja - hubungan séksuil antara laki² dengan semua ,,saudara perempuannja", djadi dengan semua perempuan jang, segenerasi dengan dia jang-masih ada bau² hubungan-kerabat sedikit sadja. Selain daripada itu, orang² Kurnai mempunjai aturan² keras mengenai masjarakat-dusun, tempattinggal tjalon² isterinja. Kadang² dua dari limabelas atau enambelas dusun jang merupakan suku, harus tukarmenukar wanita, dan kawin dengan wanita² dari dusun² lainnja dilarang. Selain daripada itu, seperti halnja diseluruh Australia, orang² lelaki tua merupakan suatu golongan istiméwa jang harus didahulukan dalam memilih gadis² muda dan tjantik. Akibat daripada aturan² ini ialah, bahwa dalam daerah², tempat pemuda² harus memilih tjalonisterinja, sesuai dengan aturan² jang keras itu, kadang² tidak ada seorang gadispun jang belum kena tabu bagi sipemuda itu. Kalau ia bukan ,,saudara perempuan"nja, maka ia telah dipilih oléh seorang lelaki tua, atau ada alasan² lain jang kurang penting, sehingga ia tidak bisa memperisterikan dia.

 Namun, hal² sematjam itu tak mendorong orang² Kurnai untuk menindjau kembali aturan² exogami itu. Meréka memegangnja teguh². Oléh karena itulah, kadang² tak ada djalan untuk mengawininja selain melanggar aturan² itu: lari bersama tjalon-isterinja. Segera, setelah orang² didusun mengetahui, bahwa ada gadis dilarikan, meréka mengedjarnja. Djikalau méreka jang lari itu tertangkap, dibunuhnjalah. Meskipun barangkali dengan djalan melarikan itu, djuga bagi meréka jang mengedjar terbuka kesempatan untuk kawin dengan djalan jang agak mudah, akan tetapi kemarahan moril berkobar tinggi! Akan tetapi ada suatu pulau, jang oléh adat diakui sebagai pelabuhan aman, dan apabila sepasang mempelai itu bisa sampai disana, dan terus tinggal disana sampai melahirkan anak, meréka diakui lagi sebagai warga-suku, meskipun sebelumnja meréka harus menerima pukulan² dahulu, tapi