Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/39

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

40

POLA-POLA KEBUDAJAAN

bangsa² membenarkan adatkebiasaan² jang dimilikinja, djadi tidak karena betul² bisa diudji kebenarannja setjara objéktif.

 Hal ini tak sadja mengenai peperangan. Di-tiap² bagian dunia dan pada setiap taraf perkembangan kebudajaan jang ber-belit² itu bisa didjumpai tjontoh² bagaimana suatu segi kebudajaan terlalu di-pudji² dan achirnja sering dikemukakan sifat²nja jang asosial. Hal2 ini sangat djelas dan njata, apabila misalnja kita melihat aturan² mengenai makanan atau perkawinan jang berlawanan dengan rangsang biologis. organisasi sosial mendapat arti jang chusus sekali dalam anthropologi, karena kenjataan bahwa masjarakat² manusia tidak sepaham dalam menundjukkan adanja kelompok² kerabat, dalam mana perkawinan dilarang. Tiada bangsa jang menganggap bahwa setiap wanita mendjadi tjalon isterinja. Aturan ini berlawanan dengan anggapan kebanjakan orang, diadakan tidak untuk inbreding perkawinan antara kerabat atau golongan sendiri dan keturunannja akan memiliki sifat² jang kurang baik sadja menurut pengertian kita, karena dibanjak daérah diseluruh dunia seorang kemanakan-perempuan, seringkali anak-perempuan saudara-laki² ibunja boléh dikawini. Anggota2 keluarga,jang tersangkut dalam larangan ini, banjak perbédaannja antara bangsa jang satu dengan bangsa jang lain, akan tetapi antara semua bangsa itu ada titik-persamaannja, jakni dalam mengadakan pembatasan² itu. Tak ada buahpikiran manusia jang begitu terdjalin dalam struktur adatkebiasaan² setjara sistimatis dan ruwét seperti jang mengenai incést (larangan mengawini kerabat jang terdekat). Kelompok²-incést sering merupakan kesatuan2 fungsionil penting dalam suku, dan kewadjiban² setiap individu terhadap individu lainnja tergantung kepada kedudukan, jang dimiliki anggota²-keluarganja dalam kelompok² ini. Kelompok² ini bertindak sebagai kesatuan pada upatjara² keagamaan dan pertukaran dilapangan ékonomi, pentingnja peranan jang dimainkan dalam sedjarah sosial tak mungkin di-lebih²kan lagi.

 Dibeberapa daérah orang tak seberapa keras mengambil tindakan. terhadap tabu-incést. Meskipun ada pembatasan², seorang lelaki masih bisa memilih tjalon-isterinja diantara sedjumlah besar wanita. Didaérah lain suatu chajal-sosial telah membuat golongan jang dikenakan tabu mendjadi sedemikian luasnja, sehingga memilih tjalon isteri sangat terbatas. Jang dikenakan tabu ialah meréka jang tidak terang persamaan nénékmojangnja dengan spemuda. Chajal-sosial ini djelas terbukti dari kata² jang digunakan untuk menjebutkan perhubungan² kerabat. Hubungan-kerabat tidak di-béda²kan menurut garis-lurus dan garis-menjamping, seperti jang kita kenal dengan adanja perbédaan antara ajah dan paman, saudara dan kemanakan. Salah suatu nama untuk menjebutkan perhubungan-kerabat itu berarti: ,,orang laki² dari golongan ajah (pertalian-keluarga, daérah dll.nja) segenerasi dengan dia", sehingga