Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/220

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

INDIVIDU DAN POLA-POLA KEBUDAJAAN

nja dalam hal peristiwa-kematian ini memang tidak mungkin, akan tetapi dalam lembaga2 banjak kebudajaan2 lainnja inipun ditjoba. Tjara „meneruskan” apa jang terbengkalai karena sesuatu sebab itu mungkin nampak mendjidjikkan bagi kita, akan tetapi djusteru itu membuktikan bahwa pada kebudajaan jang dengan tjara itu menghadapi keketjewaan, maka lembaga2 dan adatkebiasaan2 jang bersangkutan itu memperkuat refleksi itu. Dikalangan bangsa Eksimo misalnja, bisa terdjadi, bahwa apabila orang laki2 membunuh orang laki2 lain, si pembunuh itu diwadjibkan oleh keluarga si terbunuh untuk mengganti tempatnja dalam keluarga. Si pembunuh lalu mendjadi suami dari wanita jang mendjadi djanda oleh karena perbuatannja. Disini jang diutamakan ialah pembetulan atau perbaikan akibat2 dari kedjahatan itu, sedemikian rupa, sehingga segala segi2lain dari peristiwa itu - djusteru segi2 jang kita anggap paling penting - diabaikan. Akan tetapi inilah djusteru sifat sesuatu tradisi, bahwa apabila suatu tudjuan tertentu hendak ditjapai, maka jang lain2nja, diabaikan.

  Penggantian kerugian sematjam ini pada peristiwa2 kematian bisa menimbulkan adatkebiasaan2, jang tidak begitu bertentangan dengan ukuran2pradaban Barat. Dikalangan beberapa suku2 Indian Algoenkian Tengah disebelah Selatan Danau2 adopsi merupakan tjara jang lazim. Apabila kematian seorang anak ketjil pula, jang harus menduduki tempat jang lowong itu. Persamaan antara jang hilang dan penggantinja dilaksanakan dengan berbagai matjam tjara, sering kali ia adalah anak jang direbutnja dalam suatu peperangan dan jang dipungut dan dipelihara dalam arti se-penuh2nja, jakni bahwa anak itu mendapat segala hak2 dan kasihsajang, jang dahulu diterima dan dipunja oleh anak jang mati itu. Sering pula terdjadi bahwa untuk kawan-main jang paling baik dari anak jang telah mati atau seorang anak dari suatu perkampungan jang masih ada hubungan-kerabat didjadikan penggantinja. Adapun anak ini harus mirip dengan anak jang mati itu tentang tinggi badanja dan sifat2 badani jang lainja. Dalam hal ini tidak sangat merugikan seperti seandainja hal ini terdjadi dalam masjarakat kita. Sebab disana adalah biasa sekali bahwa anak2 itu menganggap banjak „ibu2” dan rumah2 sebagai kepunjaannja sendiri. Perubahan baru ini bagi mereka hanjalah berarti, bahwa meréka harus dan bisa merasa kerasan dalam keluarga jang lain lagi. Dilihat dari sudut orang tua jang ditinggalkan mati oleh anaknja, maka keadaanja sudah baik kembali, karena meréka telah mendapatkan penggantinja, dan dengan demikian status quo sebelum meréka kehilangan anaknja tertjapai lagi.