Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/219

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

220

POLA-POLA KEBUDAJAAN

dipengaruhi dan mudah sekali ber-obah². Meréka itu membiarkan dirinja berkelakuan seperti jang dikehendaki oléh kekuatan masjarakat, dalam mana meréka itu dilahirkan. Tak perduli, apakah seperti halnja di Pesisir Barat-laut, hal ini diiringi dengan chajalan² jang menggelikan tentang kehébatan diri sendiri, atau, seperti halnja dengan peradaban kita diiringi dengan pemgumpulan kekajaan². Dalam semua hal, sebagian terbesar orang² itu dengan mudah sekali menerima kelakuan² jang ditetapkan baginja.

Akan tetapi tidak semuanja bisa melaksanakannja dengan mudah, dan jang paling beruntung dan mendapat suksés paling banjak ialah meréka jang paling bisa menjesuaikan diri dengan type-kelakuan jang dianggap paling baik oléh masjarakat. Meréka jang oléh keadaan merasa dirugikan, sudah barang tentu berusaha untuk selekas²nja dibébaskan dari kewadjiban²nja. Meréka ini tidak begitu mengalami kesukaran² dikalangan bangsa Pueblo. Kita telah mengetahui, bahwa lembaga² Barat-daja ditudjukan untuk sedapat mungkin menghindarkan keadaan², dimana bisa timbul sengketa² hébat, dan apabila mémang tidak mungkin, seperti misalnja pada peristiwa² kematian, maka ini selekas diketemukanlah suatu tjara, dimana situasi² jang tak énak mungkin dilenjapkan.

Sebaliknja Pesisir Barat-laut merupakan suatu daérah jang sebaik²nja bagi meréka, jang menganggap keketjéwaan sebagai suatu penghinaan dan jang réaksi pertamanja dalam keadaan demikian itu ialah hasrat untuk membalas dendam. Meréka itu disana mendapat kesempatan, untuk melampiaskan réaksi jang bagi meréka sangat wadjar, sekali, misalnja kalau dajungnja patah, kanonja terbalik atau kerabatnja meninggal dunia. Réaksinja jang pertama terhadap keketjéwaan jang berupa gerutuan² lekas berobah mendjadi hasrat untuk memukul kembali, untuk „berkelahi” dengan sendjata²nja atau kekajaan²nja. Meréka jang bisa menghapuskan keputusan dengan djalan membikin malu orang lain, beruntung sekali dan dalam masjarakat sematjam itu meréka tak mengenal sengkéta², karena bakat kodratinja mémang sangat sesuai dengan tjiri² kebudajaannja. Demikian pula meréka berbahagia, apabila meréka mempunjai bakat kodrati untuk segera memilih seorang korban untuk melampiaskan keketjéwaannja sendiri dalam bentuk hukuman², djikalau mereka hidup dalam masjarakat Dobu, karena djusteru di Dobu bakatnja itu sangat sesuai dengan jang dianggapnja paling baik oléh masjarakat.

Kenjataannja ialah, bahwa dalam ketiga kebudajaan² jang kita lukiskan, tidak ada suatupun jang menghadapi masalah keketj²waan setjara realistis dengan memberi kesempatan untuk meneruskan lagi tjara hidup semula jang se-konjong² dihentikan itu. Bahkan nampak-