Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/218

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

INDIVIDU DAN POLA-POLA KEBUDAJAAN

219

kali anthropologi dianggap sebagai sumber keputusharapan, dimana ilusi manusia dihantjurkan. Akan tetapi sesungguhnja tidak ada satu ahli anthropologipun dengan tjukup pengetahuan tentang kebudajaan² lain, jang pernah pertjaja bahwa individu² itu hanjalah se-mata² otomat, jang setjara kaku melaksanakan perintah² daripada peradaban²nja. Tidak pernah didjumpai suatu peradaban, jang pernah bisa menghapus kan perbédaan² temperamén diantara individu². Disini selalu terdapat hal memberi dan menerima. Masalah individu tak mendjadi lebih djelas, apabila orang meletakkan tekanan kepada antagonisme antara kebudajaan dan individu, sebaliknja kita harus meletakkan tekanan kepada pengaruh jang ditimbulkan antara meréka masing². Saling perhubungan ini adalah demikian eratnja, sehingga bahkan tidak mungkin untuk membitjarakan kebudajaan² tanpa menjinggung perhubungannja dengan psikologi individuil.

Kita telah mengetahui, bahwa tiap² masjarakat memilih bagian tertentu dari busur kelakuan² manusia dan semangkin orang berhasil untuk menggabungkan lembaga² dalam suatu kesatuan, semangkin pula ia berusaha memadjukan perkembangan bagian jang dipilihnja itu dan berusaha pula untuk menindas kelakuan² jang bertentangan dengan itu. Akan tetapi kelakuan² jang bertentangan itu namun tidak merupakan perbuatan², jang termasuk hakikat dari suatu bagian tertentu dari pendukung²-kebudajaan. Kita telah mengatakan, mengapa kita beranggapan, bahwa pemilihan ini terutama sekali ditentukan oleh kebudajaan dan tidak oleh sebab² biologis. Oléh karena itu kita tidak bisa menerima — bahkan berdasarkan pertimbangan² teoretis sekalipun — bahwa semua kelakuan² azasi orang, jang merupakan kebudajaan tertentu akan mendapat lajanan jang sama dari lembaga² jang djusteru ada dalam kebudajaan itu. Tidak sadja perlu untuk memahami se-baik²nja kelakuan² individu untuk mengudji riwajat-hidupnja pada bakat² dan tjiri²-wataknja, dimana jang mendjadi ukuran ialah type² normal pada umumnja, akan tetapi djuga untuk membandingkan kelakuan² alami itu dengan kelakuan² jang ditondjolkan oléh lembaga² dan adatkebiasaan² dari kebudajaan jang bersangkutan.

Sebagian terbesar penduduk dalam suatu masjarakat jang tertentu menjesuaikan dirinja atau tunduk kepada kelakuan² jang ditetapkan oléh lembaga² dan adatkebiasaan² kebudajaannja, betapapun anéhnja semuanja itu. Wakil² dari kebudajaan demikian itu menganggap kenjataan ini sebagai suatu bukti, bahwa djusteru lembaga² dan adatkebiasaan² jang chusus itu bersifat menentukan setjara mutlak dan lagi séhat tiada tjatjatnja sama sekali. Sesungguhnja, untuk ini alasan²nja sangat berlainan sekali. Kebanjakan orang² tunduk kepada bentuk² chusus kebudajaannja, karena mereka itu pada kodratnja sangat mudah