Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/217

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

218

POLA-POLA KEBUDAJAAN

ilmiah dan bakat ini tak akan berkembang baik, sebelum kebudajaan itu memperkemtangkan pengertian² dan alat² jang diperlukan.

Pada umumnja orang masih berpikir dalam pengertian² tentang keharusan adanja antagonisme² antara masjarakat dan individu. Hal ini a.l. terutama sekali disebabkan, karena dalam peradaban kita kekuasaan masjarakat jang mengatur tidak dipertimbangkan, dan oléh karena kita bertjenderung untuk mempersamakan masjarakat dengan batas² jang dikenalkan kepada kita oléh undang². Undang² menetapkan, berapa kilometer sedjam sadja boléh mengendarai mobil saja. Apabila pembatasan² ini dilenjapkan, maka saja akan mendjadi lebih bébas. Pendirian sematjam ini sudah terang merupakan dasar jang naif untuk didjadikan dasar pengertian filsafat dan politik jang asasi. Masjarakat hanja kadang² bertindak sebagai faktor pengatur, dan lagi hanja pada hal² jang tertentu sadja, dan undang² tidaklah sinonim dengan tata-tertib sosial. Dalam kebudajaan² homogin jang lebih sederhana adat dan kebiasaan kolléktif bisa samasekali melenjapkan perlunja setiap bentuk otoritét jang sah. Orang² Indian Amerika menjatakannja sbb. : „Dahulu tidak ada persengkétaan tentang daérah²-perburuan atau daérah²-perikanan. Dahulu belum ada undang² sehingga tiap² orang berbuat menurut apa jang dianggapnja baik.” Dari pernjataannja jang demikian itu ternjata, bahwa dizaman itu tidak terpikirkan, bahwa orang harus tunduk kepada suatu pengawasan sosial jang datangnja dari luar. Bahkan dalam masjarakat kita, undang² tak pernah melebihi daripada suatu alat perlengkapan masjarakat jang kasar, dan sering orang terpaksa mengendalikannja dalam pertumbuhannja jang tjongkak itu. Undang² tak boléh se-kali² dianggap sebagai sesuatu jang sama dengan tatatertib sosial.

Masjarakat dalam arti jang sepenuhnja, seperti jang kita bitjarakan dalam buku ini, tidak se-kali² boléh dipandang lepas dari individu² jang mendjadi anggota²nja. Tidak ada orang jang bisa mentjapai bahkan diambang pintu kemungkinan²nja untuk berkembang, tanpa pertolongan kebudajaan, dimana ia mendjadi anggotanja. Sebaliknja tidak ada satu peradabanpun jang mengandung satu unsur sadja, jang apabila dianalisa sampai se-djauh²nja tidak ditimbulkan berkat seorang peribadi tertentu. Sebab darimana datangnja suatu tjiri jang tertentu djika tidak dari kelakuan seorang laki², perempuan atau kanak²?

Adalah terutama sekali oleh anggapan tradisionil, bahwa karena adanja sengkéta antara masjarakat dan individu, adanja penegasan kepada kelakuan² kebudajaan demikian sering dianggap sebagai pengingkaran otonomi individu. Pembatjaan buku Folkways karangan Summer sering menimbulkan protes terhadap kurangnja penghargaan kepada peranan dan inisiatif individu, jang dianut oleh anggapan ini. Sering