Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/212

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

SIFAT-TABIAT MASJARAKAT

213

jang dihasilkan itu sebuah kerandjang ataupun sepasang sepatu, situasinja tetap bersifat di-buat², sebab permainannja berpusat kepada tudjuan untuk memperlihatkan kepada orang lain, bahwa ia bisa menang dari mereka.

Perlombaan dan persaingan mengakibatkan pemborosan luar-biasa. Dalam skala nilai² kemanusiaan persaingan ini hanja menempati kedudukan jang rendah. Ia rupakan suatu kezaliman jang sekali dibangkitkan dalam suatu masjarakat, pengaruhnja tak dapat dihindarkan lagi oléh siapapun. Hasrat untuk mentjapai keunggulan mengandung sifat jang tak bisa dihentikan, tidak bisa dipuaskan. Perlombaan² itu terus-menerus tiada ber-achir²nja. Semakin banjak masjarakat mengumpulkan barang², semangkin besar pula taruhan²nja jang dilémparkan dalam permainan, akan tetapi dengan demikianpun permainan itu belum pula bisa dimenangkan seperti halnja ketika taruhan² itu masih ketjil. Dalam lembaga² suku Kwakiutl perlombaan dan persaingan ini mentjapai puntjak kegilaannja, apabila penanaman modal disamakan dengan penghantjuran barang² setjara besar²an. Mémang bagi meréka tudjuan utama jaitu ber-lomba² dengan djalan menumpuk barang², akan tetapi sering pula terdjadi, tanpa meréka itu sadar akan kebalikannja, bahwa meréka memetjahkan tembaga²nja dan membakar balok² rumahnja, selimut²nja dan kano²nja. Djelaslah, betapa besarnja pemborosan jang dilakukan meréka itu dilihat dari segi sosial. Pemborosan sematjam ini djelas djuga dinjatakan dalam persaingan jang sering berobah mendjadi suatu obsessi di Middletown, dimana rumah² dibangunkan, pakaian² dibeli dan tempat² untuk bersukaria dikundjungi se-mata² supaja tiap² keluarga bisa mempertontonkan bahwa mereka bisa ikut serta.

Gambaran ini tidak begitu énak. Dalam hidup orang² Kwakiutl persaingan ini dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga semua suksés itu didasarkan atas keruntuhan saingan mereka; di Middletown hal ini terdjadi karena pemilihan perseorangan dan pemuasan kebutuhan setjara langsung dibatasi sampai se-ketjil²nja, dan bahwa tudjuan orang² itu terutama sekali ialah untuk mentjapai persesuaian dengan orang lain. Djelaslah bahwa pada kedua peristiwa itu (Kwakiutl dan Middletown) kekajaan² itu tidaklah dihasratkan dan dinilai sebagai alat² untuk memuaskan kebutuhan² kemanusiaan, akan tetapi sebagai taruhan² dalam permainan perlombaan² dan persaingan². Djikalau, seperti halnja dikalangan orang² Zuni, hasrat untuk menang dihilangkan dari kehidupan ékonomi, maka pembagian dan penggunaan kekajaan² akan mengikuti „hukum²” jang lain pula.

Namun, seperti jang ternjata dari masjarakat-Kwakiutl dan dari individualisme jang kasar dari perintis² Amérika jang pertama, maka