Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/198

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

199

SIFAT-TABIAT MASJARAKAT

tak ada artinja untuk membuat suatu prinsip,kerena paling banjak kelompok itu merupakan kategori jang bersifat sementara sadja. Dalam beradaban kita, dilihat dari sudut antrhroplologi, ada suatu kebudajaan kosmopolotis jang seragam, jang bisa didjumpai ditiap bagian dunia ini, akan tetapi djuga ada perbedaan jang tiada taranja antara kelas pekerdja dengan golongan atas, antara golongan jang kehidupanja berputar sekitar gerédja dan golongan 2 lain jang perhatianja terpusat kepada lapangan balapan kuda. Adanja sedikit-banjaknja kemerdékaan memilih dalam manjarakat sekarang ini memungkinkan adanja golongan2 berdasarkan sukarela jang mempunjai dasar2 jang masing2 djauh berbéda satu sama lain, seperti misalnja Rotary Club dari Greenwich Village. Sifat2 prosés kebudajaan karena kaendahan2 modérén itupun tak dirobah, akan tetapi kesatuan dimana meréka bisa dipeladjari bukanlah lagi kelompok setempat.

 Integrasi kebudajaan mempunjai konsekwénsi2 sosiologi dan sementara itu djuga menjinggung berbagai masalah2 sosiologi dan sosial-psikologi jang sering diperbintjangkan. Jang termasuk golongan pertama ialah masalah: Apakah masjarakat ini suatu organisme atau tidak? Kebanjakan ahli sosiologi2 sekarang ini dan djuga para ahli sosial-psikologi dengan pandjang-lébar mengatakan, bahwa masjarakat bukanlah sesuatu atau tak bisa merupakan sesuatu diluar dan diatas pribadi2 individu, jang merupakan bagian2 dari masjarakat itu. Dalam uriannja meréka dengan giat menjerang ,, kesalahan berpikir tentang kelompok" jang menurut pendapat meréka ialah hal pengangkatan pikiran2 dan perbuatan2 mendjadi fungsi2 dari suatu kesatuan mythos, jang dinamakan kelompok. Sebaliknja ada penyelidik2, jang telah menjelidiki berbagai bentuk kebudajaan, dimana bahan2 membuktikan dengan djelas, bahwa hukum2 psikologi indivial tak sanggup untuk menerangkan fakta2nja, dan kemudian menggunakan rumusan2 mystik. Seperti halnja dengan Durkheim meréka berseru : „Individu itu tak ada," atau seperti Kroeber meréka pertjaja akan adanja suatu kekuasaan, jang dinamakan kekuasaan superorganis, untuk menerangkan prosés kebudajaan.

  Sesungguhnja pertentangan² itu hanjalah kata² sadja. Tidak ada diantara kaum „organikus" betul² pertatja akan suatu kesadaran diluar kesadaran daripada individu² dalam kebudajaan tertentu, sedangkan sebaliknja bahkan seorang pengetjam „kesalahan berpikir tentang kelompok" seperti Allport mengakui adanja keperluan untuk menjelidiki kelompok² secara ilmiah, jang menurut dia kelompok itu termasuk „wilajah ilmu chusus Jang dinamakan sosiologi" pertentangan² antara mereka, jang menganggap perlu untuk menjatuhkan bahwa kelompok² adalah daripada djumlah individu² jang mendjadi bagian²nja, dan