Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/197

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

198

POLA-POLA KEBUDAJAAN

pilih-kasih antara fakta2 berdasarkan salah sesuatu hypothise supaja dengan demikian fakta2 itu bisa sesuai dengan suatu tjara-pembuktian jang tertentu. Tiada bangsa2 jang telah kita lukiskan dalam buku ini di selidiki dengan suatu kejakinan jang terlebih dulu ada tentang bentuk tertentu dan kelakuan2, jang mendjadi tjiri kebudajaan itu. Ethnologi ditjatat seperti apa jang ada tanpa usaha untuk menegaskan dirinja sen- diri. Dengan begitu maka gambaran seluruhnja daripada si penjelidik mendjadi lebih mejakinkan lagi. Djuga dalam diskusi teorétis tentang kebudajaan2 rumusan2 setjara umum tentang integrasi kebudajaan mendjadi kosong dengan tertjapainja sifat dogmatis dan sifat jang lebih umum. Apa jang kita butuhkan adalah suatu pengetahuan jang terperkntji tentang batas2 jang berlawanan dari kelakuan2 dan tentang alasan2 jang dinamis dalam sesuatu masjarakat jang tertentu dan tak dinamis dalam masjarakat jang lain. Kita tak membutuhkan suatu pelukisan skéma, jang dibuat oleh adjaran2 sesuatu mazhab éthnologi. Sebaliknja maka tudjuan2 jang bertentangan jang diusahakan tertjapainja dalam berbagai masjarakat, berbagai maksud, jang mendjadi dasar lembaga2nja, adalah essénsiil untuk memahami berbagai bentuk organisasi masja- rakat dan psikologi perseorangan.

 Hubungan integrasi kebudajaan kepada peradaban Barat dan oléh karena itu djuga pada téori2 sosiologi mudah disalah-mengerti.

 Sering kali masjarakat kita dianggap sebagai suatu tjontoh jang djelas tentang hal tiadanja integrasi. Adalah sesuatu hal jang wadjar, bahwa ketjorakragaman dan perobahan2 "jang tepat, jang terdjadi dari generasi kegenerasi, menjebabkan tiadanja keselarasan, jang tak ter-jumpai pada masjarakat2 jang lebih sederhana. Tiadanja integrasi itu tjuma sadja terlalu di-lebih2kan dalam kebanjakan penjelidikan2 dan ditafsirkan setjara salah pula karena ada suatu kesalahan teknis jang sederhana jang dilakukan. Masjarakat2 primitif berintegrasi dalam ke- satuan2 keilmubumian. Sebaliknja peradaban Barat terdiri dari berbagai lapisan2, dan berbagai kelompok2 sosial itu hidup pada suatu saat dan tempat jang sama, menurut ukuran2 jang sangat ber-lain2an dan djuga digerakkan oleh motif2 jang berlainan pula.

 Usaha untuk menggunakan pengertian daerah kebudajaan anthropologi dalam sosiologi modérén hanja dapat berhasil untuk sebagian ketjil sadja, karena dewasa ini berbagai tjara hidup itu tidaklah disebab- kan oléh karena hidup diberbagai bagian sadja. Ada suatu téndénsi diantara para ahli sosiologi untuk mem-buang2 waktu berdiskusi tentang ,,pengertian daérah-kebudajaan." Sesungguhnja ,,pengertian' sematjam itu tidak ada. Apabila kita melihat sedjumlah tjiri2 terpusat dalam suatu daérah keilmubumian jang tertentu, maka hal ini pun harus dihadapi setjara keilmubumian Apabila tjiiri2 ini tak terpusat demikian, maka