Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/196

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

197

SIFAT-TABIAT MASJARAKAT

kompromi dan chususnja menegaskan hak menantu-laki2 untuk menuntut hak2 dari ajah isterinja. Dalam pada itupun orang menganggap sewadjarnja bahwa ia hanjalah menguasai hak2 ini bagi anak2nja. Dengan demikian hak kewarisan menurut garis-keturunan pihak ibu. djuga, akan tetapi boléh dibilang bahwa satu generasi jang dilangkahi Hak2 itu dari generasi kegenerasi tak dikuasai dengan langsung, akan tetapi hanja diawasi. Kitapun telah mengetahui, bahwa semua hak2 itu diserahkan menurut tatatjara potlatch jang tradisionil. Ini merupakan suatu bentuk jang anéh, dan dengan djelas sekali merupakan kompromi antara dua organisasi masjarakat jang tak bisa dipersatukan. Dalam bab jang lalu kita telah menerangkan betapa sempurnanja mereka memetjahkan masalah ini, jakni untuk saling menjesuaikan dua organisasi masjarakat jang saling bertentangan.

 Oleh karena itu bisalah terdjadi bahwa meskipun adanja sengketa2 jang asasi, namun ada integrasi. Adalah mungkin sekali, bahwa dalam kenjataannja hanja sedikit sadja hal2 tiadanja orientasi kebudajaan, tak seperti jang nampak sekarang ini. Selalu ada kemungkinan, bahwa pelukisan suatu kebudajaantah jang kehilangan orientasinja dan bukan kebudajaan itu sendiri! Djuga boléh djadi, bahwa sifat integrasi sesungguhnja berada diluar pengalaman kita dan oleh karena itu sukar dikenalnja. Apabila kesukaran2 ini bisa diatasi, jang pertama dengan djalan penjelidikan jang lebih baik setempat dan jang kedua dengan mengadakan analisa jang lebih mendalam, maka mungkin sekali bahwa arti integrasi kebudajaan akan lebih djelas lagi daripada jang terdjadi sekarang ini. Akan tetapi masih penting djuga untuk mengakui, bahwa sudah tentu sekali tak semua kebudajaan merupakan kesatuan jang begitu erat seperti jang ternjata dari pelukisan2 kita tentang suku Zuni dan Kwakiutl. Adalah keliru besar seandainja kita mengembalikan tiap2 kebudajaan dalam suatu rumusan skématis jang tertentu. Misalnja sadja hal ini sedikitnja mengandung bahaja besar, bahwa dalam hal ini fakta2 jang penting tak tersinggung sama-sekali, jakni fakta2 jang tak mem- benarkan dalil jang diketengahkan itu. Tidak boléh kita memulai pekerdjaan jang merobah atau mengurangi pokok persoalannja dan dengan demikian menambah kesukaran2 kepada pengertian kita jang mungkin telah ada.

 Rumusan2 umum jang lantjang mengenal integrasi kebudajaan sangatlah berbabaja dalam penjelidikan setempat. Apabila orang sedang memahami bahaja dan segala hal-ihwa! kelakuan2 dalam suatu kebudajaan asing, maka pengertian2 jang telah terbentuk sebelumnja itu mungkin sekali merupakan halangan untuk memahaminja dengan sebaik2nja. Penjelidik setempat harus bersikap se-objéktif2nja. la harus mentjatat kelakuan2 jang penting, dalam pada itu berusaha bahwa ia tak