Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/145

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

146

POLA-POLA KEBUDAJAAN


terbesar di Dobu, jakni perajaan jang diadakan didésa orang jang meninggal dunia, dan dimana makanan di-bagi²kan kepada tamu² dari désa suami² (isteri²) pemilik² désa, diiringi dengan hinaan² : „Tawa, ini bagianmu ! Orang kita jang meninggal dunia mempunjai babi banjak. Babimu semua mandul !” „Togo, ini bagianmu ! Orang jang meninggal adalah ahli membuat djala. Dan beginilah tjaramu menangkap ikan !” „Kopu, ini bagianmu! Orang jang meninggal adalah tukang kebun jang tjakap. Djauh malam, ia baru pulang. Djam duabelas engkau sudah pulang keletihan”. Seperti apa jang dikatakan oleh Dr. Fortune : „Setjara riang²an dan gembiraan demikian inilah penduduk désa² itu berkumpul ,setiap kali djika ada peristiwa kematian.”

Ketjurigaan jang samasekali berdasarkan atas tradisi antara désa orang jang meninggal dan désa jang suami (isteri)nja ditinggal mati, sudah barang tentu tak berarti, bahwa suami atau isteri jang ditinggal mati mesti dianggap sebagai seorang pembunuh. Orang menganggap bahwa mémang ada kemungkinan ia pembunuhnja, akan tetapi ahli² nudjum suka pula menganggap bahwa tiap² sukses dilapangan apa sadja dari orang jang meninggal itulah jang menjebabkan kematiannja, jakni karena ada orang jang iri-hati. Akan tetapi „kebanjakan kali” upatjara² dan tjara-berkabung taklah merupakan upatjara² jang kosong belaka, akan tetapi merupakan pentjerminan „tuduhan tak énak dari satu pihak dan perasaan dendam dari pihak lain”. Se-tidak²nja kesemuanja itu mentjerminkan setjara chas perasaan² jang berlaku di Dobu.

Pembunuhan bisa terdjadi dengan menggunakan tjara sihir atau bukan-sihir. Tak ada seorang wanita jang untuk sekedjap sadja menaruh dandangnja disembarangan tempat, karena takut kalau² ada orang jang memegangnja. Orang² Dobu mengenai ber-matjam² ratjun, jang meréka mentjoba kemandjurannja seperti mentjoba mantera²nja Djika terbukti, bahwa ratjun itu bisa membunuh, maka meréka menganggapnja berguna untuk waktu² jang lebih penting.

„Ajah pernah mentjeritakan kepadaku tentang budobudo, jang banjak tumbuh ditepi laut. Aku mau mentjobanja. Kami memeras airnja. Aku mengambil buah kelapa dan kami minum airnja sedikit. Air dobudobu lalu kumasukkan kedalam kelapa itu, kemudian kututup lagi. Esoknja kuberikan kepada si anak itu: „Aku telah minum sedikit. Silahkan kau minum djuga”. Sorenja ia djatuh sakit. Malamnja ia mati. Ia adalah anak-perempuan saudara-prempuan désa ajahku. Ajahku telah membunuh ibu anak ini dengan budobudo. Kemudian akulah jang meratjun anak itu”.

„Apa jang mendjadi alasan ?”

„Ia menjihir ajahku. Ajahku merasa badannja sakit. Setelah ia membunuhnja, badannja berasa énak lagi”.