Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/102

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

BANGSA PUEBLO DI MEKSIKO BARU

103


dunia, dengan kaki telandjang dan berdarah. Meréka membiarkan darah dikepala dan betisnja rnembeku dan tak nembersihkannja. Setelah majat diangkat untuk dimakamkan, semua benda jang ada dirumahnja dilémparkan ditanah, dan tiap2 orang bisa memilih sesukanja. Benda2 milik orang jang meninggal tak dianggap haram, dan dibagi2, karena kesedihan keluarga adalah demikian besarnja, sehingga meréka tak menghiraukan hartabenda. Bahkan rumahnja dirobohkan dan diberikan kepada siapa jang mau. Si Djanda tak mempunjai apa2 lagi selainnja selimut jang menjelubunginja. Kuda2 kekasih orang jang meninggal dibawa dikuburannja dan dibunuh disana, sementara orang menangis keras2.

Rasa sedih jang hébat mémang diharapkan dan dipahami. Setelah selesai penguburan, isteri atau anak-perempuannja boléh tetap tinggal didekat kuburarnnja; meréka terus-menerus menangis, tak mau makan, dan tak menghiraukan orang2 jang berusaha mengadjaknja kembali kerumah. Ada kalanja pula bahwa seorang wanita ataupun laki2 seorang diri mengundjungi tempat2 berbahaja, dimana meréka kadang2 mendapat visiun, jang memberinja kesaktian adikodrati. Dikalangan beberapa suku, wanita2 selama beberapa tahun mengundjungi kuburan2 dan menangis disana: setelah léwat masa itu méreka pergi djuga kesana pada soré hari jang njaman, duduk2 disitu, tapi tak menangis lagi.

Tenggelam dalam kesedihan karena kematian anak ketjil adalah suatu gedjala jang chas. Dikalangan suku Dakota hal ini dianggap sebagai puntjak kesedihan orangtua, dimana meréka masuk kémah telandjang-bulat, menangis keras. Inilah satu2nja kedjadian, dimana meréka berbuat begitu. Seorang penulis tua mengatakan tentang pengalamannja dikalangan suku lain didaérah padangrumput : „Djikalau ada orang jang menghina salah satu dari orang tua dalam masa itu (jakni masa bergabung), ia pasti dibunuh, karena orang jang diliputi kesedihan hébat kadang2 mentjari sesuatu kesempatan untuk membalas dendam dan karena itu ia segera madju bertempur, untuk membunuh atau dalam keadaan seperti ini, sama sadja (membunuh atau dibunuh).” Meréka ber-tjumbu2an dengan maut, bertentangan samasekali dengan bangsa Pueblo jang mendoa supaja dibébaskan dari kemungkinan jang mengerikan ini.

Dua sikap terhadap maut ini telah kita ketahui dan kebanjakan orang memandang salah suatu daripadanja sebagai tjara meréka sendiri dalam menghadapi soal maut ini. Bangsa Pueblo telah rnengangkat sikap jang satu sebagai lembaga, orang2 Indian-Padangrumput memilih jang lainnja. Ini tentu sadja tak berarti bahwa tiap2 anggota2-keluarga orang jang meninggal dipadangrumput2 Barat menenggelamkan dirinja dalam rasa kesedihan jang me-luap2, atau bahwa dikalangan bangsa