Lompat ke isi

Halaman:Perbandingan Pendidikan.pdf/57

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Paus achirnja mendesak Pemerintah dan kaum geredja di Paris untuk memberi kebebasan mimbar dan ilmu kepada universitas itu supaja kembali lagi dari pengungsiannja. Universitas Paris kemudian diberi kekuasaan untuk merundingkan sendiri soal uang pondokan (suatu hal jang penting) bagi guru dan siswa, diberi otonomi seluas-luasnja dibidang pendidikan, diberi hak mogok kalau tuntutannja tidak dipenuhi oleh siapapun.

Semua alumni bersumpah untuk mentaati peraturan universitas dan dengan demikian kalau terdjadi suatu cessatio (pemogokan) semua pegawai geredja, dokter-dokter dan ahli-ahli hukum jang ber-Alma Mater-kan Universitas Paris diwadjibkan turut mogok.

Universitas sebagai persekutuan guru-guru adalah djuga sistim jang diikuti oleh Oxford dan Cambridge di Inggeris. Kota Bologna di Italia Utara memulai suatu sistim lain, jaitu persekutuan siswa-siswa (universitas scholarium) jang memilih rektor dan guru-gurunja, malahan djuga menentukan kurikulumnja. Sistim ini diikuti pula oleh kota-kota lain seperti Napoli, Regio, Padua dan Siena. Akan tetapi lambat-laun sistim kedaulatan siswa ini beralih mendjadi sistim kedaulatan guru- guru, seperti halnja di Paris.

Di Oxford sedjak mulanja diberi tekanan pada persekutuan guru dan siswa, sebagai pemegang kedaulatan. Djadi merupakan "universitas magistrorum et scholarium", persekutuan guru dan murid untuk bersama-sama mengedjar ilmu.

Demikianlah dapat dilihat bahwa universitas di Eropah adalah tumbuh dari Universitas Paris, Bologna dan Oxford. Dalam hal ini Paris dapat merasa bangga bahwa telah memulai suatu lembaga jang dewasa ini tidak mungkin diabaikan oleh negara manapun djuga.

Diatas sudah disebut bahwa setiap daerah akademi mempunjai suatu universitas sebagai pusatnja. Sampai sekarang sudah ada 16 univer-sitas di Perantjis dan 3 akademi jang baru dibentuk Nantes, Orleans dan Rheims) mungkin akan diperlengkapi pula dengan suatu universitas. Djadi gagasan Perantjis ialah bahwa suatu sistim pendidikan harus dituntun oleh lembaga tertinggi dalam sistim itu. Itulah maka universitas mendjadi pusat daerah pendidikan (académie) dan rektor universitas (Recteur) mendjadi pemimpin tertingi pendidikan umum didaerah itu.

Mengenai udjian penghabisan sekolah menengah (baccalauréat) sudah kita singgumg diatas, Sebelum Perang Dunia II semua pemilik idjazah ini berhak diterima diperguruan tinggi (umiversitas). Sesuai dengan usul-usul komisi Langevin keadaan tersebut diubah, dan sekarang diadakan 1 tahun persiapan (Propédeutique) diuniversitas, dimana sitjalon mahasiswa harus menundjukkan bahwa ia tjukup Mempunjai bakat untuk mengikuti pendidikan tinggi. Udjian persiapan 35