kan achir dari masa kewadjiban beladjar. Untuk maksud itu, tentu ada konsekwensi keuangannja, maka diandjurkan agar keluarga-keluarga jang membutuhkan bantuan keuangan akan dibantu oleh Pemerintah sampai anaknja tamat dari sekolah menengah itu.
Berdasarkan usul-usul Langevin tersebut, dalam tahun 1950 telah diadjukan kepada Dewan Perwakilan suatu rentjana undang-undang pendidikan jang baru. Akan tetapi, rentjana itu tidak diterima, sama halnja dengan rentjana-rentjana sebelumnja.
Kalau kita mengikuti semua rentjana jang pernah diadjukan untuk perbaikan pendidikan di Perantjis, hal itu akan mendjemukan dan djuga agak membingungkan, karena tidak ada satupun jang diterima oleh Pemerintah untuk didjadikan undang-undang.
Rentjana Langevin tidak mendapat dukungan, karena dianggap terlalu radikal, tidak menghiraukan keadaan dan prasangka-prasangka jang masih berurat-berakar dimasjarakat. Akan tetapi ada 1 rentjana jang perlu mendapat perhatian kita, karena kemudiannja membawa perubahan-perubahan jang besar sesudah De Gaulle mendapat kekuasaan jang luas dalam tahun 1958.
Dalam tahun 1955 oleh Menteri Pendidikan, M. Berthoin, dibentuk suatu panitia jang dinamai Comité d’Etudes pour la Réforme de l’Enseignement (Komite Mempeladjari Pembaruan Pendidikan), jang diketuai oleh M. Sarrailh, Presiden dari Universitas Paris. Tugas dari komite ini sungguh-sungguh dinjatakan dengan tegas, jaitu antara
lain untuk : merentjanakan agar lebih banjak anak jang meneruskan peladjarannja sesudah umur 14 tahun. Untuk itu tentu akan dibutuhkan lebih banjak guru dan ruangan kelas.
Perentjanaan djuga akan meliputi hal-hal dibidang perubahan sosial dan ekonomi rakjat ; djadi harus diusahakan agar lebih banjak anak jang tertarik akan djurusan ilmu eksakta dan teknologi. Diharapkan agar perbandingan murid sekolah menengah jang mengambil djurusan ilmu eksakta dengan jang mengambil ilmu budaja dan sosial mendjadi 5 : 1. Biasanja perbandingan itu ialah 3 : 2.
Kalau kita ingat bahwa Perantjis berabad-abad lamanja sangat mementingkan ilmu-ilmu budaja, terutama kesusastraan, dalam rangka culture générale, maka petundjuk-petundjuk jang oleh M. Berthoin diberikan kepada panitia Sarrailh ini memang dapat dianggap sangat
radikal.
Komite Sarrailh kemudian mengandjurkan agar kewadjiban beladjar dinaikkan sampai umur 16 tahun. Setamat sekolah rendah pada umur 11, semua anak akan mendapat kurikulum jang sama untuk semua (tronc commun) sampai umur 14, djadi selama 3 tahun. Jang termasuk mata-peladjaran umum ialah bahasa Perantjis, ilmu pasti dan
1 bahasa asing. Disamping itu disediakan mata-peladjaran pilihan.
14