perkembangan gagasan-gagasan pembaruan sebelum Perang Dunia II. Diatas sudah disinggung djuga mengenai usul-usul untuk memperhatikan unsur-unsur lain selain intelek simurid. Dengan makin madjunja
industri dan pertanian di Perantjis, tentu makin terasa keperluan akan ahli-ahli teknik jang berpendidikan menengah. Makin dirasakan oranglah bahwa pendidikan menengah jang ada waktu itu sama sekali tidak memenuhi tuntutan zaman lagi, karena terutama dalam lycée, titik berat diberikan kepada peladjaran bahasa-bahasa Latin dan Junani.
Dalam tahun 1937 Jean Zay sebagai Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan peraturan menteri jang memerintahkan dimulainja
eksperimen disedjumlah 50 kota, dimana kira-kira 200 Classes d’Orien-
tations (Kelas-kelas Tuntunan) akan ditjoba manfaatnja. Diatas sudah
kita sebut bahwa gagasan ini adalah hasil dari buah-fikiran jang disebarkan dalam Kongres Le Havre dalam tahun 1936.
Semua anak jang berumur 12 tahun dan sudah lulus udjian penghabisan Premier Degré direntjanakan akan diterima dalam Classes
d’Orientations, dimana kurikulum dibagi atas 3 tjabang, meskipun tiap-tiap tjabang mempunjai mata-mata-peladjaran umum sebagai inti untuk semuanja. Tjabang jang pertama mendapat peladjaran bahasa Latin dan tidak mendapat bahasa modern. Tjabang kedua mengambil 1 bahasa modern dan tidak mendapat bahasa Latin, sedang tjabang ketiga hanja mendapat bahasa Perantjis sadja, tanpa bahasa asing, dan titik-berat diletakkan pada segi praktis dan kedjuruan,
Dimaksudkan supaja dalam Classes d’Orientations dapat dilihat bakat dan kemampuan sianak dan dengan demikian dapat ditentukan djurusan mana jang lebih sesuai baginja. Diharapkan bahwa dengan demikian pilihan djurusan jang diambil bukan lagi dikuasai oleh sikap masa bodoh difihak orang tua, atau oleh desakan-desakan orang tua, kaum kerabat, ataupun prasangka-prasangka jang terdapat disekeliling sianak, jang mentjap suatu djurusan lebih “baik” dari lainnja.
Pertjobaan itu boleh dikatakan sangat memuaskan, akan tetapi petjahnja perang dan pemerintahan Vichy menghentikannja‘. Namun
demikian gagasan tersebut tidak hilang begitu sadja, dan sesudah pembebasan Perantjis dari pendudukan Nazi, dilandjutkan lagi oleh komisi
jang lain.
Jang harus dianggap suatu kemadjuan besar sebelum Perang Dunia II ialah bahwa dalam tahun 1937 semua kelas-kelas dari Premier Degré
sudah dimasukkan dalam asuhan satu djawatan, tunduk pada peraturan-peraturan jang sama, memakai kurikulum jang sama djuga dan diadjar pula oleh guru-guru jang sama deradjatnja. Dengan demikian maka agak terlaksanalah maksud untuk menghapuskan perbedaan sekolah, jang dahulu selalu menuruti perbedaan sosial sianak.
Dalam tahun 1938 terdjadi pula suatu langkah lebih landjut dalam rangka demokratisasi pendidikan. Kurikulum bagi 4 tahun pertama
10