Halaman:Penghidoepan Radja Belgie.pdf/16

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

— 12 —

 Tapi baginda tida menjaoet, dan ber­paling aken permeisoeri tida dapet liat ia poenia aer moeka.

 „Hajo, Leo, teroesilah kaoe poenja bitjara, jang soeda ditinggal satengah djalan. Hiboeri padakoe, kaloe kaoe masi ada poenja perkatahan.”

 „Akoe sendiri ada merasa soesa hati se­kali,” kata baginda dengen bersedoe-sedoe.

 „Djadi . . . .”

 „Soeda tida goena! Samoewa telah sampe pada achirnja . . . Djantoeng hati kita ...”

 „Soeda tida bernjawa lagi!”

 Satelah itoe soeami dan istri lantas ber­diam seperti patoeng. Masing-masing melepasken dirinja dengen berpegangan tangan satoe sama laen. Dari roepanja ada membri njata sekali, kadoewa orang itoe kenah kalanggar kilat kasedihan, jang malaenkan bisa dibikin semboe dengen menoeroeni aer jang deres sekali sabagi oedjan.

 „Denger,” kata permeisoeri sakoenjoeng-koenjoeng, sabagi tingkanja orang jang berpikiran senang, dan tarik soeaminja lebi dekat pada diri sendiri.

 Baginda menoeroet sadja seperti anak ketjil, ia, saorang gaga, jang telah tetapken niatnja, tida nanti menjerah diseret