pertempuran yang tertunda. Posisi Jokotole yang menarik kekang Mega Remeng sampai berjingkrak mengesankan hati banyak tentaranya. Posisi berperang tersebut menjadi sangat ikonis sehingga kelak, setelah pertempuran itu selesai, para pelaku pertempuran itu menceritakan hal itu pada banyak orang. Kelak pula, ikon kuda jingkrak ini digunakan oleh pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai logo kabupaten.
Setelah menyatakan perang, pertempuran pun kembali dimulai. Kali ini, posisi menjadi terbalik. Gerakan Mega Remeng yang gesit menyulitkan kapal terbang untuk bermanuver. Selain itu, kiriman hujan panah tentara Trunojoyo dari bawah menjadikan prajurit yang ada di kapal terbang menjadi kesulitan melawan serangan dari dua arah. Beberapa panah mendarat di peralatan kapal sehingga laju kapal tidak stabil dan bergerak tidak terkontrol menuju barat. Jokotole lantas mengejar kapal tersebut ke barat, dan pertempuran pun kembali berlanjut di udara.
Suatu ketika, ia melihat bahwa manuver kapal berjalan tidak sempurna. Mata Jokotole yang terlatih, melihat bahwa bagian lambung atas dari kapal ternyata adalah bagian lemah yang tidak terjaga dan tidak dilindungi oleh perisai, Kelemahan itu juga dilihat oleh Adipaday dan Adirasa yang ikut memantau dari tempat mereka berada. Secara bersamaan, dua orang sakti tersebut memerintahkan Jokotole mencambukkan cemetinya ke lambung kapal dan kapal itu pun bergetar keras dan tambah oleng. Cemeti kemudian dilempar lagi dan pecahlah kapal itu berkeping-keping.
Tempat dimana kapal itu pecah kelak oleh masyarakat yang ada di sekitar lokasi pertempuran disebut sebagai Bencaran, yang berasal dari kata bhencar la’an yang memiliki arti telah pecah. Piring-piring yang ada di dalam kapal beterbangan hingga ke ujung barat Madura ke sebuah daerah yang kelak diberi nama Ujung Piring. Layar dari kapal juga mendarat di daerah Martajasah di daerah pantai sebelah utara. Layar ini kemudian memfosil dan hingga kini masih dijumpai keberadaannya yang dikenal sebagai situs Batu Layar. Adapun jangkar perahu terbang mendarat di sekitar Desa Socah dan ikut menjadi fosil dan menyebabkan daerah tersebut dikenal sebagai Pajangkaran.
73