Sang bayi yang masih merah itu, keesokan harinya, ditemukan oleh seorang pandai besi yang tinggal di Desa Pakandangan, Bluto. Pandai besi ini bemama Empu Kelleng, yang telah lama hidup berumah tangga tapi belum dikaruniai keturunan. Empu kelleng selain bekerja sebagai pandai besi juga memelihara kerbau. Setiap hari kerbaunya dibiarkan mengelana ke hutan untuk mencari makan. Sore harinya, kerbau itu akan akan pulang dengan sendirinya.
Ia dapat bertemu dengan bayi Potre Koneng karena salah satu kerbaunya, yaitu kerbau yang paling bagus dan berwama putih mulus, yang kebetulan sedang menyusui anaknya sering tidak kembali dari hutan kecuali pada waktu malam. Selain itu, ia juga melihat si kerbau bertambah kurus tiap harinya. Karena khawatir akan nasib si kerbau, Empu Kelleng menyusul ke hutan dan menjumpai pemandangan yang menakjubkan. Dengan kekuasaan Tuhan, temyata si kerbau sering terlambat pulang dan menjadi kurus bukan karena diganggu binatang buas tetapi disebabkan karena menjaga bayi Potre Koneng dan menyusuinya setiap hari.
Empu Kelleng takjub melihat kejadian itu. Ia melihat bayi yang disusui si kerbau berwajah tampan. Empu Kelleng pun membawa bayi itu kerumah dengan perasaan campur aduk, takjub, heran sekaligus gembira luar biasa. Sesampainya di rumah, Nyai Kelleng pun sangat senang karena pada akhirnya mereka dapat memiliki seorang putra. Anak itu pun diberi nama "Jokotole." Sejak Empo Kelleng mengangkat anak Jokotole, makin banyak tamu yang berdatangan padanya dan minta dibuatkan senjata Empu Kelleng pun menjadi makin pragih (berkecukupan) dan bahagia.
Di lain pihak, kebahagiaan tidak kunjung menghampiri Potre Koneng. Setelah melepas bayi tercintanya pergi, Potre Koneng sangat menyesal dan merasa kehilangan. Setahun lamanya tiada hari yang tidak ia lewatkan tanpa menangis karena menyesal. Hingga suatu ketika, dalam tangisnya di kamamya yang ada di salah satu bagian istana, ia tertidur dan bermimpi bertemu lagi dengan laki-laki yang pernah mengunjunginya dalam mimpi. Dalam mimpinya bertemu Adipoday yang kedua kalinya, ia mencurahkan segala hal yang ia rasakan, ketakjubannya akan keberadaan Adipoday ketakutannya
35