Halaman:Menjelang Alam Pancasila.pdf/59

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
  1. Setija beribadat kepada Tuhan,
  2. Susila,
  3. Adil,
  4. Tertib-damai.

 Kalau „wortelras” kelima Ketuhanannja baru didalam alam fikiran sadja ibarat orang jang baru faham akan hubungannja dengan apa jang disebut orang tuanja itu, maka „wortelras” keenam Ketuhanannja sudah meresap kedalam djiwa sehingga segala tindakan atau budinja mulai sesuai dengan kehendak Tuhan Jang diwedjangkan melalui para Nabi ibarat orang jang sudah berumah tangga sendiri dan mendjadi orang tua dari pada anaknja sehingga baktinja kepada orang tuanja mendjadi lebih njata dari pada baktinja orang dewasa. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa „wortelras” keenam itu pada dasarnja lebih mengutamakan „budi” jang benar dan baik dari pada hanja menjiar-njiarkan serta mempeladjari sesuatu agama sadja setjara fanatik. Pendek kata pandangan „wortelras” keenam terhadap soal keagamaan sudah mulai kritis dan tidak begitu sadja menelan setiap peladjaran.

 Menarik kesimpulan dari soal² diatas maka sekali lagi dapat ditegaskan bahwa apa jang disebut-sebut chiamat bagi manusia sedunia dalam kitab² agama itu hanjalah ramalan terhadap nasibnja „wortelras” kelima belaka dan sama sekali tidak mengenai „wortelras" keenam. Sebab, kitab² itu pun „wortelras” kelima sendirilah jang menggubah. Chiamat ini akan berarti bahwa segala kekuasaan didunia jang berdasarkan kekedjaman, kekuatan sendjata, kelitjinan dan ketjerdasan otak mulai musnah dari muka bumi.

 Bagi bangsa² jang merasa bahwa djiwanja lebih madju atau progressief” daripada djiwanja „wortelras” kelima itu maka djustru pada saat tibanja chiamat tersebutlah timbulnja bangsa² itu sendiri sebagai bangsa² jang berpengaruh didunia dengan tiada bersendja-

58