Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/51

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

jika sekiranya ada izin mamak, biarlah dia saya bawa dulu ke Pontianak."

Mendengar permintaan guru Kasim itu, Datuk Besar berkata dalam hatinya; "Saya rasa Tiaman tentu takkan mengizinkan cucunya berjalan jauh. Tempoh hari sesudah mendoa menujuh hari Jamilah, ia mengatakan kepadaku, bahwa dia tak hendak bercerai dengan cucunya yang seorang itu. Sungguh amat sulit memikirkan hal itu . Biarlah kucoba mengalang-alanginya, dan jika tak dapat juga, bagaimana yang akan terjadilah kelak." Maka katanya, "Sekiranya Syahrul Sutan bawa, saya rasa akan menyusahkan Sutan saja kelak. Tadi Sutan mengatakan, bahwa Sutan sendiri saja ke Pontianak. Jadi Sutan tentu menumpang membayar makan di sana, bukan? Nah, siapa yang akan menguruskan anak Sutan di rumah sepeninggal Sutan ke sekolah? Sutan sudah tahu akan perangai anak Sutan, sangat nakalnya? Tentu saja sia-sia, karena tak ada yang akan menjaganya. Saya bukannya menahan Syahrul Sutan bawa, tetapi cobalah Sutan pikirkan melarat dan manfaatnya. Menurut pikiran saya, besar melaratnya dan Sutan akan bersusah hati karenanya. Apalagi kalau ia sakit ngelu pening di rantau orang, baru terasa benar sukarnya oleh Sutan. Akan pergi ke sekolah, dengan siapa anak ditinggalkan, akan tinggal menjaga anak, pekerjaan terganggu; jadi serba susah. Lain perkara jika Sutan beristeri, ada yang akan membela dia."

"Tentang melarat dan manfaatnya:sudah saya pikirkan sedalam-dalamnya," ujar guru Kasim dengan agak kesal hatinya. "Mamak tak usah khawatir, insya Allah Syahrul akan selamat dan takkan kurang suatu apa di negeri orang. Jika sekiranya akan menyusahkan saya, tentu dia takkan saya bawa."

"Baiklah! Akan tetapi supaya senang hati saya, cobalah Sutan terangkan, siapa yang akan menjaga anak Sutan di Pontianak, bila Sutan pergi ke mana-mana, ke sekolah misalnya."

"Dengan seorang nenek, induk semang tempat saya membayar makan. Orang tua itu tidak beranak dan tidak bercucu seorang jua, melainkan dia hidup sebatang kara, tidak berkaum keluarga. Nenek itu boleh dikatakan orang berada juga, budi bahasanya sangat baik, pengasih penyayang dan ramah tamah tingkah lakunya. Kepadanyalah Syahrul saya petaruhkan kelak. Sangat besar hatinya, ketika saya katakan, bahwa saya pulang ini akan menjemput Syahrul. Tampak nyata kepada saya kegirangan hatinya itu tidak dibuat-buatnya, dan sangat besar harapannya

53