Halaman:Medan Bahasa 1956.pdf/90

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Titian kaju itu ditakuk oleh MARANGE sebagiannja, didjadikannja titian maut. Sekalian mereka mengintailah dari seberang.
Ketika INANGE BAKE' sampai kerumah, dilihatnja Sangiang MASADA' ada djuga.

— MASADA' engkau ada? — Teriak INANGI BAKE'.
— Ada!
— Mari turun anak.
— Sudah disini sadja.
— Sudah makan?
— Sudah.
— Tjoba tengok kemari.
— Tak boleh.

Ibunja memandjatlah keatas melihat puterinja. Betul, tinggal kepalanja. Menangislah ia lalu memanggil lakinja. Setelah melihat kedjadian itu, maka keduanja turunlah hendak mengedjar MARANGE dengan kawan-kawannja. Setelah sampai ketengah titian, titian patahlah, lalu keduanja djatuh kedjurang kepundan gunung. Sebelum mati mereka disiram oleh MARANGE dengan kuah kuning ajam, dilempari dengan ubi dan sajur-sajur.

— Nah, awaslah kamu! Biarpun sekarang aku mati, pada turunan kamu aku akan membalas. Aku djadi gunung api. Kulempar kamu setiap kali dengan ubi, kusiram dengan kuah kuning, hingga binasa. Awas!

— Demikianlah sumpah Ansuang BAKE'. - Bukan tjuma dipulau ini, dimana-mana tempat anak-anak kamu terpentjar. Tunggulah!

Apakah ubi itu? Ialah: batu.
Dan kuah kuning? Itulah: belerang.
Kata pendongeng, maka itulah sebabnja dipulau-pulau Sangihe, banjak bergunung api.

Dipulau Sangihe: Awu dan Sahendaruman.
Dipulau Siauw: gunung Awu Siauw.
Dekat Tagulandang: Mahengetang.
Demikianlah kata dongeng.

——————

24