Halaman:Medan Bahasa 1956.pdf/105

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

sampai lupa akan nasib kedua tjutjunja itu, dan terus lari menudju ke tempat orang jang sedang berkumpul. Ditempat itu ibu menjaksikan sendiri bagaimana putera kandungnja dihadjar mati-matian oleh para pemuda tanpa ditanja akan kesalahannja terlebih dahulu. Ibu berusaha pula untuk melerai pemuda-pemuda tadi, tetapi malah diantjamakan dipestol. Setelah ibu sadar bahwa hanja sampai waktu itu sadja ia diperkenankan melihat puteranja jang sulung, maka ia lalu mohon terima kasih jang tiada berhingga kepada Tuhan Allah jang telahmengaruniakan anak laki-laki sebagai hiburan selama 27 tahun. Memang, ibuku termasuk salah seorang wanita jang tahan menderita batin. Segala sesuatu jang sudah tak dapat dimiliki lagi dipulangkan kembali kehadapan Tuhan jang Esa. Dengan langkah janggontai, kembalilah ibu keperempatan djalan untuk mendapatkan tjutju tjutjunja. Tetapi apa jang terdjadi ? ...... Hanja bekas darahnja sadjalah jang tampak. Sebab menurut tjerita orang jang mengetahui, sianak telah diambil oleh ibunja segera setelah mendengar ribut-ribut diperempatan djalan itu. Segera aku bersama ibu pergi kerumah kakak.

Tetapi rumah kedapatan kosong, dan pakaian ipar saja jang baik baik sudah tidak ada lagi. Tiba-tiba mataku terpantjang pada tulisan merah ditembok jang bagiku tidak asing lagi, jaitu tulisan iparku. Antara lain isinja menerangkan bahwa ia bersama kedua anaknja akan pergi ke Surabaja nanti pukul 11 siang bersama konvooi Belanda. Setelah ibu aku beri tahu, tak lain jang dapat diperbuat hanjalah meraba-raba dada, sambil mendoa supaja kakak selamat dalam perdjalanan. Dan dalam tulisan didinding itu ditekankan oleh kakak, bahwa ibu tidak perlu memikirkan dalam-dalam, terhadap jang telah mati karena jang hidup, jang harus dipelihara masih banjak. Memang bu, dalam masa perang ini "rakjatlah jang mendjadi hakim". Begitulah pesan terachir dari iparku tadi kepada ibu. Memang kedjadian menghakimi sendiri bukan barang baru lagi negara-negara jang ditimpa bahaja perang. Adapun tulisan/tjerita ini aku paparkan dihadapan para pembatja, adalah sekedar peringatan sadja, djangan sampai peristiwa sematjam itu terulang lagi seandainja Negara Indonesia harus berperang lagi. Tetapi harapanku tjukup sekian sadja pertumpahan-pertumpahan darah jang mesti dilakukan. Dan barangkali para pembatja sedang bertamasja kekota Surabaja dan berdjumpa dengan dua orang gadis tjilik jang tidak beribu djari kedua buah tangannja, itulah salah satu korban putusan atau lebih serem lagi vonis jang didjatuhkan oleh Hakim Rakjat.

——————

47