Halaman:Medan Bahasa 1956.pdf/104

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dikantor Arifin mendjabat sebagai Kepala Rukun Tetangga. Djadi dia kenal dan tahu betul akan wadjah dan tempat tinggal penduduk bawahannja. Baik mereka jang bekerdja dikantor-kantor ataupun mereka jang mendjadi anggauta tentera. Keadaan berjalan dengan aman, sampai pada achir tahun 1948. Akan tetapi sifat-sifatnja jang aneh itu tidak pula hilang. Sehingga pada permukaan pertengahan tahun 1948 diwaktu tentera Keradjaan telah menduduki sebagian besar pulau Djawa timbullah rasa tjuriga dari para pemuda dan tentera terhadap Arifin. Dalam rapat-rapat pemuda jang diselenggarakan di kelurahan² sering Arifin disindir-sindir, didakwa agen Belanda. Tetapi Arifin bersifat atjuh tak atjuh sadja. Karena itulah Arifin makin dibentji oleh para pemuda Kemana dia pergi, sindirian sindirian jang tadjamlah jang ia terima. Tetapi walaupun begitu ia tidak mau mengubah sikapnja jang dibentji oleh para pemuda itu. Sebetulnja Arifin sendiri telah insaf akan kesembronoannja itu, tetapi baginja kepalang untuk merevolusikan tjara hidupnja itu. Pada pendapatnja, mungkin dengan perobahan sikap jang mendadak itulah nantinja jang akan dapat mentjelakakan hidupnja.

Hari berganti hari, hidup Arifin makin mentjadi intjaran mata para pemuda kampung, sehingga saat tibanja penjerbuan tentera Belanda jang lazim disebut clash ke II. Tentara Keradjaan telah menduduki kota tempat Arifin tinggal. Kebetulan komandannja adalah bekas teman sekolah Arifin dahulu. Kedatangan Alfred (nama komandan tentera Keradjaan) ini tidak disangka oleh Arifin kalau akan menda tangkan bentjana besar baginja. Sedang Alfred memimpin gerakan pembersihan dirumah penduduk, tiba pula kerumah tempat Arifin tinggal. Alfred disambut oleh Arifin beserta isterinja, tak ubahnja seperti menjambut teman lama. Arifin lupa bahwa waktu itu djaman jang genting. Lama djuga mereka mengobrol tentang pengalaman mereka selama sepuluh tahun itu. Tidak di sangka² bahwa mereka diintip oleh beberapa pemuda kampung. Walaupun dalam pembitjaraan tadi tidak disinggung-singgung soal keamanan, tetapi dalam hati pemuda-pemuda tadi telah meluap kebentjiannja terhadap Arifin. Rasa-rasanja mau mereka serang waktu itu djuga seandainja tidak banjak pengikut Alfred. Pada malamnja Arifin menerima surat antjaman jang menjatakan supaja dia sekeluarga pergi keluar kota. Setelah dipikirkannja masak-masak, Arifin bermaksud menunggu kenjataannja sadja nanti.

Pada esok harinja sedang ia berdjalan-djalan dengan kedua anaknja. maka tiba-tiba ditengah-tengah perempatan djalan ia disergap oleh pemuda-pemuda kampung dan dipukulinja bertubi-tubi dengan tidak mengenal ampun. Anak-anaknja djatuh berpelantingan sambil menangis mendjerit-djerit. Aku jang ketika itu djuga berada tidak djauh dari peristiwa itu terdjadi, segera lari pulang memanggil ibu. Dengan lari sedapat-dapatnja ibu menudju perempatan djalan. Tetapi apa jang tampak ? Hanjalah katjamata dan anak anak Arifin sadjalah jang jang nampak dalam keadaan hantjur dan pingsan kedua-duanja. Aku tidak tahan melihat nasib anak-anak jang tidak bersalah itu. Aku ngeri sekali melihat keempat ibu djari tangannja jang diiris oleh pemuda tadi. Ibu, jang sedang bingung mentjari puteranja itu