Halaman:Medan Bahasa 1956.pdf/103

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

kalau tiap-tiap tahun oleh para pentjintanja diadakan sekedar upatjara untuk memperingati djasa-djasanja dalam kesenian Lodruk. Tak ubahnja seperti kita memperingati almarhum Chairil Anwar. Akan tetapi dengan meninggalnja tokoh Lodruk jang terkenal ini tidak berarti padamnja nafsu mengritik, bahkan bertambah hebatlah sindiran-sindiran jang mereka pantunkan. Memang dalam kesenian Lodruk sebagaian besar hanja terdiri dari pantun-pantun serta tjeritera-tjeritera jang mengandung edjekan. Akan tetapi maksud jang sesungguhnja adalah baik. Djustru karena pantun-pantun inilah maka perdjoangan arek² Surobojo menggentarkan hati tentara Sekutu. Djadi mau tidak mau kita harus berterima kasih kepada mereka.

Akan tetapi lain halnja dengan djalan kehidupan jang ditempuh oleh keluargaku . Terutama ialah kakakku laki-laki jang sulung, jang akan mendjadi objek dari tjerita pendekku ini.

Arifin, demikianlah nama kakakku itu. Sedjak ketjilnja Arifin memang memperlihatkan kelintjahannja dalam bergaul, kata ibu. Dia tidak memperbedakan bangsa dan keturunan. Asal tjotjok mereka anggap sahabat. Baik bangsa Tiong Hoa maupun bangsa Belanda sering berkundjung kerumahnja. Tetapi rupa-rupanja Arifin lebih terikat akan tjara-tjara hidup orang Belanda. Ja, soal itu aku sendiri djuga tidak heran, karena Arifin sendiri sedjak ketjil dididik dan dilatih hidup setjara orang-orang Belanda. Sampai-sampai kepada sekolah njapun Arifin memilih sekolah jang diperuntukkan anak-anak Eropah. Untung sadja waktu itu kepala sekolahnja mau menerima.

Setelah menamatkan sekolah rendah, Arifin lalu bekerdja pada kantor seorang asisten residen. Jah, waktu itu barang siapa jang dapat bekerdja pada kantor A.R. sudah tak boleh dikatakan sembarangan orang sadja. Lebih-lebih Arifin mahir sekali berbahasa Belanda. Lagi pula dia pandai mengambil hati tuan A.R. Sahabat karibnja sinjo-sinjo serta noniek-noniek. Tak mengherankan pula bahwa i a lalu kawin dengan seorang Indo Belanda pada pertengahan tahun 1942/1943.

Saat itu Arifin sudah bekerdja di kantor Pengadilan. Djadi setidak tidaknja Arifin sudah mempunjai kedudukan jang terhormat waktu itu. Lagak-lagunja jang ke- Belanda- Belandaan itu tidak sedikit djuga berobah. Hanja kalau dia terpaksa berhadapan dengan Djepang dipakainjalah bahasa Indonesia. Seolah-olah diperlihatkan kepada teman-temannja jang datang berkundjung kerumahnja bahwa ia masih senang hidup dengan tata tjara penghidupan penghidupan seorang keluarga Belanda.

Dengan djatuhnja Djepang tiada berobah pula pendiriannja, walaupun dia aktip pula terdjun dalam bermatjam-matjam perkumpulan jang bertudjuan membangun Negara Republik Indonesia jang baru lahir itu.

Masa beredar terus, sehingga tibalah saatnja bagi Arifin untuk terpaksa mengachiri tjara hidup jang ke-Belanda-Belandaan itu untuk selama-lamanja.

Begini kissahnja:

Dengan didampingi oleh isterinja seorang Indo Belanda jang sudah insaf akan arti kekuasaan Republik Indonesia itu, Arifin berdjuang mati-matian dalam lapangan kemasjarakatan. Disamping pekerdjaannja

45