Halaman:Limpapeh.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

"Pusako" sebagai harta asli adalah lambang ikatan kaum yang bertali darah. Supaya tali ini jangan putus, maka “pusako” dijadikan harta perempuan. Barang siapa di antara anggota kaum yang melanggarnya, seperti menjual atau menggadaikannya, maka ia akan dimakan "biso kawi", artinya “ka ateh Indak bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah dilariak kumbang".

"Pusako" yang tidak boleh dijual atau digadaikan menurut Adat adalah :


Rumah-tanggo Galanggang-pamedanan
Sandi-parumahan Balai Adat-Balai Pakan
Kampuang-halaman Surau-musajik
Labuah-tapian Pangkaik Pusako
Banda-sawah Tanah Ulayat
Pandam-pakuburan


“Pusako Tinggi" yang terutama di Minangkabau adalah tanah berupa hutan, gurun, sawah, ladang dsb. Tanah di Minangkabau bukanlah milik orang seorang, tetapi milik bersama, yaitu tenah kaum, tanah suku dan tanah ulayat.

Tanah kaum, yaitu tanah mereka yang sekaum, seasal seketurunan dan berada di bawah pengawasan seorang Penghulu. Tanah Suku adalah tanah dalam suatu suku untuk anak buah dalam suku tersebut. Tanah Ulayat adalah baik tanah suku maupun tanah kaum yang belum dikerjakan, jadi masih merupakan tanah cadangan. Yang masuk Tanah Ulayat berupa hutan dan padang, gunung dan bukit, danau dan tasik, rawa dan paya, lembah dan sungai. Menurut hakekat "Pusako", semua ulayat ini merupakan hak turun temurun.

Tanah kaum dan tanah suku baru dapat digadaikan, itupun hanya sebagian apabila terjadi 4 syarat yang klasik :

1. Rumah Gadang katirisan,

2. Maik tabujua di tangah rumah,

3. Gadih gadang indak basuami,

4. Maangkek Panghulu.

37