Semenjak tahun 1349 kerajaan yang dipimpin oleh Adityawarman bertambah kuat. Sebagian besar pulau Sumatera dan Malaka di Semenanjung berada di bawah kekuasaannya.
Bukti kekuasaan kerajaan Pagaruyuang dari tahun 1349 sampai 1469 dapat dilihat pada prasasti-prasasti zaman itu, di antaranya :
Prasasti Kubu Rajo (1349). Menurut pendapat umum istilah Kubu Raja berarti "kuburan rajo". Ada pula pendapat mengatakan, bahwa kata "kubu" berarti benteng dan Kubu Raja artinya Benteng Raja, yaitu benteng Adityawarman. Pada prasasti itu Adityawarman disebut “Kanakame-dinindra",, raja Negeri Emas (= Suwarnadwipa = Sumatera). Adityawarman telah mengangkat dirinya Raja di Minangkabau.
Prasasti Pagaruyuang (1357). Pada prasasti itu Adityawarman menyebut dirinya sebagai Maharaja Diraja yang melanjutkan pemerintahan raja-raja Sriwijaya/Jambi.
Prasasti Suroaso I (1357). Ir. Moens menafsirkan Adityawarman sebagai Bhairawa Mahadewa Tantratayana yang patungnya ada di musium Jakarta.
Prasasti Suroaso II. Pada prasasti ini Putera Mahkota disebutkan "Yawazaya" bernama Ananggawarman. Adityawarman meninggal dunia pada tahun 1375 : kepada siapa diserahkannya kerajaan waktu itu tidak dapat diketahui. Entah penggantinya Ananggawarman, yang namanya terdapat pada prasasti Suroaso II, sampal saat ini belum diketahui kepastiannya.
Di samping prasasti di atas masih banyak lagi peninggalan sojorah, mulal dari pemerintahan Datuak Katumanggungan dan Datuak Parnntiah Nan Sabatang serta pemerintahan Aditywarran, di antaranya :
1. Balai Nan Saruang.
Di balai Nan Saruang di Pariangan dibuat rundingan semasak-masnknya dan kemudian di Balai Panjang yang panjang-
24