Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/51

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pelanggar tersebut. Dengan kata lain, penjahat seharusnya tidak diberi kesempatan untuk menghindari penuntutan pidana dengan cara menunjuk kepada hal konsep perampasan aset in rem sebagai mekanisme untuk meminta ganti rugi atas kejahatan yang telah dilakukan.

Dalam hal mekanisme pencegahan dan penanggulangan tindak pidana, secara umum, merupakan pilihan terbaik adalah dengan dilakukan secara penuntutan pidana, sanksi pidana (putusan pidana), dan tindakan perampasan. Dengan demikian, penuntutan pidana harus dilakukan bila memungkinkan untuk menghindari risiko bahwa jaksa, pengadilan, dan masyarakat akan memandang pengambilalihan aset sebagai sanksi yang cukup ketika hukum pidana telah dilanggar. Namun, perampasan aset in rem harus melengkapi penuntutan pidana dan putusan pidana. Mungkin mendahului dakwaan tindak pidana atau sanksi pidana secara bersamaan. Selain itu, perampasan aset in rem harus dipertahankan dalam semua kasus sehingga dapat digunakan jika tuntutan pidana menjadi tidak menjangkau atau tidak berhasil, dan prinsip ini harus tegas dinyatakan dalam Undang-Undang. Itu masih akan diperlukan untuk membuktikan bahwa aset tersebut tercemar. Dalam hal ini, aset tersebut adalah salah satu hasil kejahatan atau instrumen yang digunakan untuk melakukan kejahatan.[1]

Perampasan aset in rem dipicu oleh perilaku kriminal. Dalam hal ini, mungkin ada kasus di mana investigasi dan penuntutan tindak pidana bertentangan atau dilanjutkan secara paralel dengan cara perampasan aset in rem. Sebagian besar situasi ini dapat diantisipasi, dan Undang-Undang harus


  1. Wahyudi Hafiludin Sadeli, Op.Cit., hlm. 37.

~44~