Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/245

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Pengembalian aset melalui instrumen proses peradilan perdata murni mengandung kelemahan pada sistim pembuktian yang terikat pada bukti formal serta memerlukan waktu yang relatif yang lebih lama, dan biaya yang relatif lebih tinggi. Sementara pengembalian aset melalui proses peradilan pidana murni mengandung kelemahan yaitu dalam proses ini penuntut umum tidak berhadapan dengan terdakwa akan tetapi yang dihadapi di sini adalah aset yang diperoleh dari hasil kejahatan.

Untuk itu dipandang perlu untuk memiliki instrumen hukum yang memiliki sistem perampasan yang memungkinkan dilakukannya pengembalian aset hasil tindak pidana. Instrumen tersebut dilakukan melalui mekanisme yang mirip dengan mekanisme peradilan perdata tetapi dengan proses yang lebih cepat, mekanisme ini meripakan mekanisme berbeda dengan gugatan perdata, sehingga penggunaan mekanisme ini lebih dulu dilaksanakan, dan apabila gugatan permohonan perampasan aset tidak dapat selesai sesuai masa waktunya maka gugatan itu harus dilimpahkan ke pengadilan perdata.

mekanisme perampasan aset menekankan perampasan aset hasil tindak pidana secara in rem (kebendaan) dan bukan pada orang (in personan). Dengan demikian adanya pelaku kejahatan yang dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan berdasarkan suatu putusan pengadilan bukan menjadi prasyarat yang harus dipenuhi guna dilakukannya perampasan aset. Dengan sistem perampasan secara in rem diharapkan dapat optimal dalam merampas aset hasil tindak pidana dalam hal tersangka atau terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, tidak diketahui keberadaannya atau terdakwanya diputus lepas dari

~238~